Sabtu, 01 April 2017

Tell Me Why (Part 11)

Sepi. Mata Namira menjelajahi seisi ruangan kedainya. Sudah pukul tujuh malam tapi pelanggannya masih belum berdatangan. Namira tercenung, bukankah ini Sabtu malam? pikirnya. Tapi segera ia bangkit dari kursinya dan kembali merapikan juga membersihkan area kedainya.
Namun tak lama kemudian Namira mendengar suara decitan mobil tepat di depan kedainya. Mobil Honda Jazz pink terparkir di sana.
"Sehat?", sapa si pengemudi mobil dengan semringah. Matanya yang kecil makin tidak terlihat sebab senyumnya yang merekah.
Namira mendengus, "Harusnya gue yang nanya ke lo, Brietta. Lo sehat udah bikin anak orang patah hati separah itu?"
Senyum Brietta memudar, ekspresinya berubah sendu seketika. "Nam, gue baru dateng udah lo cengin aja? Ngga mau biarin gue duduk dulu dengan tenang ditemani secangkir hot lemon tea yang dibuat oleh pemilik kedai nan cantik rupawan ini, ha?"
Brietta tak peduli dengan ekspresi Namira yang cengo mendengar celotehan tak pentingnya, segera ia duduk di tempat favoritnya di sudut kedai itu.
"One cup hot lemon tea, please?", pinta Brietta dengan berseru pada Namira yang baru hendak ke dapur.
"Yes, Ma'am", sahut Namira seraya melengos pergi.
*
Sudah lima suapan, padahal Brietta janji pada dirinya sendiri akan teguh pada prinsip saat menyantap kue. Paling banyak adalah tiga sendok kecil suapan. Nyatanya kali ini dia melanggar janjinya sendiri.
Namira hanya geleng-geleng kepala melihatnya.
"Cakenya ngga manis ya, Bri?", tanya Namira iseng.
Brietta mengangguk seraya mengunyah kuenya perlahan, "Mungkin karena lo ngasih krimnya cuma dikit makanya ngga kemanisan."
"Lo udah ngga diet lagi?"
"Masih, masih kok."
"Itu udah lebih dari tiga suapan loh, gue ngingetin aja nih."
Brietta tersenyum simpul, "Kali ini gue mau puas-puasin makan kue lo. But next time, ngga lagi-lagi pokoknya."
"Enak ngga?"
Brietta mengangguk cepat, "Banget. red velvet cake ini kue terenak kedua setelah brownies kukus lo itu. Serius enak banget. Nambah boleh?"
"Bri, inget sama diet lo, oke? Gue ngga mau dibilang provokator atas kegiatan diet lo yang sebenarnya ga perlu-perlu banget itu."
Brietta tercenung, "Ngga perlu-perlu banget mata lo. Berat badan gue udah 48 kilogram sekarang!"
"Tapi tinggi lo 164 sentimeter Princess. Lo itu kurus ngapain diet?!", tanya Namira setengah ngotot.
"Yeh, lonya aja yang kontet. Eh, tinggi 160 berat 55. Iya bener, kontet.", celoteh Brietta asal diikuti tawa lantang.
"Bangke lo!", umpat Namira sembari melempar tisu bekas ke arah Brietta.

"Rado udah ngga pernah ngehubungin lo lagi setelah itu?", kali ini pertanyaan Namira sontak membuat Brietta meletakkan garpunya di atas meja. Diseruputnya teh lemon perlahan.
"Untung gue bisa stay cool dan ngga keselek waktu pertanyaan konyol itu keluar dari mulut lo." Brietta mencibir.
"Jadi jawabannya iya atau nggak?"
"Iya, Rado udah ngga pernah ngehubungin gue lagi sekarang. Tepatnya udah seminggu namanya ngilang dari display henpon gue.", jawab Brietta mencoba untuk sesantai mungkin.
"Lo ngga ada niatan buat ngehubungin dia duluan, apa?"
"Dih, buat apa gue ngehubungin dia duluan? Yang sering bilang kangen kan dia, yang sering sepik kan dia, yang sering ngajakin pergi kan dia. Kenapa harus gue?"
Namira terkikik pelan, "Lo sampe kapan sih melihara gengsi lo yang luar biasa batunya itu, ha? Plis lah, Bri. Gengsi lo itu yang justru bikin rugi lo sendiri tau ngga?"
"Nam, plis ya. Gue ngga ngrasa rugi sedikitpun asal lo tau. Ada dia atau ngga ada dia hidup gue bakal baik-baik aja. Yang bikin beda sekarang cuma ngga ada lagi cowo tengil juga usil yang nyepikin gue mulu tiap harinya. Itu doang. Dan gue malah ngerasa lega, akhirnya hidup gue tenang kembali."
"Yakin, lo?"
"Lah, kenapa gue harus ngga yakin?", Brietta mengangkat kedua tangannya.
"Lo ngga ngerasa kangen sama dia?
"What? No! Big No! Gue fine-fine  aja tuh ngga ada dia selama ini."
Namira mencibir, "Omong kosong. Gengsi doang digedein, badan tuh digedein, udah kayak lidi aja masih sok mau diet segala."
"Omong kosong badan lo kontet!", Brietta melempar tisu bekas ke arah Namira.
"Nam, gue udah pernah ceritain masa lalu gue yang lumayan pahit itu kan? Gue cuma ngga mau hal yang sama terulang lagi. Untuk itu gue berusaha sebisa mungkin untuk..."
"Menghindar?", terka Namira yang membuat Brietta mematung. "Ya kan? Lo cuma takut sama perasaan lo sendiri makanya lo ngehindarin Rado kan?"
"Ngga git.."
"Padahal lo tau dari awal kalo Rado ngga pernah peduli sama kalung lo, sama agama lo, sama ras lo. Dia tau lo Katholik, dia tau lo makan babi, dia tau lo campuran Tionghoa-Minahasa sedangkan dia anak Jawa dari keluarga muslim yang taat, mana pernah masuk pesantren pula. Tapi dia tetep mau deketin lo terus, ngusilin lo terus, biar apa coba? Karena apa coba?"
"Ya itu kan..."
"Gue cuma ngga mau lo nyesel berat kayak gue Bri. Makanya tolong lah, hilangin tuh gengsi lo yang segede gunung."
"Ngga akan nyesel gue janji!"
"Lo aja hari ini ngelanggar janji diet lo sendiri. Apa gue masih harus percaya sama kelabilan lo itu?"
"Gue nyoba untuk bersikap realistis, Namira. Realistis! Kita ngga lagi main drama, apa lagi drama Korea favorit gue!"
Namira menepuk dahinya sendiri, "Brietta, please.."
Brietta mendengus, "Kalaupun gue ngakuin soal perasaan gue yang sebenarnya ke Radopun ngga akan berefek apapun, Nam. Ngga akan mengubah keadaan sama sekali. Keluarga gue udah blak-blakan nolak dia, keluarga dia udah sinis duluan pas ngeliat kalung gue. Yang kayak gini apa harus gue pertahanin, Nam?"
"Do you like him? Answer me.", tanya Namira kali ini to the point.
"Nam, gue.."
 "Apa? Suka kan?"
Brietta tak menjawab, namun Namira tahu jawabannya hanya dengan melihat raut muka Brietta.
"Bri.."
"What?"
"Seenggaknya lo jujur sama dia tentang perasaan lo. Bilang terus terang."
"Then...what? "
"Lo bikin Rado jadi lega dan ngga menyesali perasaannya yang dia kasih buat lo. Bikin dia ngga ngerasa sia-sia berusaha dapetin hati lo selama ini."
Brietta menghela napas pendek. "Bagi gue semuanya udah terlambat, Nam. Ngapain juga gue harus ngelakuin hal yang udah jelas ngga ada gunanya, ngga berefek apa-apa kayak gitu."
"Tapi, Bri.."
"Pikirin juga soal Baim, Namira. Dia butuh kejelasan juga soal hubungan kalian."
"Kenapa lo jadi lari ke Baim? Kita kan lagi bahas lo sama Rado, anak pinter."
"Karena lo sendiri juga lagi bermasalah, dan masalahnya ada di diri lo."
"Masalahnya dia ngga tau soal kondisi gue yang sebenarnya, Brietta."
"Kondisi lo?", alis Brietta terangkat, tatapannya penuh selidik pada Namira yang spontan menutup mulutnya sendiri.
"Emang lo kenapa Nam? Hei, lo punya rahasia pasti ya! Cerita ngga!"

Mampus. Rutuk Namira pada dirinya sendiri.

to be continued..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar