Sabtu, 13 Mei 2017

Tell Me Why (Part 14)

Sudah hampir dua jam Ghina hanya termenung di kamarnya. Ia mengunci pintu kamarnya rapat-rapat dan meminta kepada orangtuanya agar membiarkannya sendiri dulu. Tentu saja hal ini membuat Mama Ghina bingung dan panik bukan kepalang, karena beberapa jam sebelumnya Ghina sangat bersemangat menyelenggarakan hari jadiannya dengan Andra, namun setelah Ia pamit untuk menjemput Andra,Ia kembali dengan wajah kusut, lesu, dan mata yang sedikit sembab. Melihat Ghina seperti itu, orangtua serta kedua sahabatnya pun bertanya-tanya, apa yang sebenarnya telah terjadi?
Brietta segera menelpon Andra, Namirapun ancang-ancang untuk mengomeli laki-laki yang dipacari oleh sahabatnya selama enam tahun itu.
"Lo apain Ghina, Nyet?! Lo ngga inget apa sekarang hari penting buat kalian? Seenaknya aja lo ngerusak momen indah begini! Lihat tuh, si Ghina sampe sembab gitu matanya! Tanggung jawab lo, kampret!", Brietta spontan ngomel membabi buta ketika telepon diangkat.
"Eng, bentar. Ini Brietta apa Namira ya?",Brietta sontak mengangkat alisnya. Kenapa ini orang malah menanyakan siapa dirinya?
"Ngga penting gue Brietta apa Namira, yang penting sekarang lo dateng ke rumah Ghina sekarang! Tanggung jawab lo!", tukas Brietta masih mencak-mencak.
"Bilangin dia suruh bawa bunga mawar seratus tangkai sebagai permintaan maaf, Bri. Buruan!", bisik Namira pada Brietta.
"Oh iya, bawa juga seratus tangkai mawar sebagai tanda permintaan maaf lo buat Ghina. Harus kudu musti seratus, ngga pake nawar!"
"Buset, beneran ngga boleh nawar tuh? Lima tangkai aja gimana?"
"Heh! Ngelawan lagi lo! Lo yang salah kok ngga ngerasa sama sekali sih?"
Terdengar suara tawa renyah di seberang sana. Brietta melotot, kesal.
"Malah ketawa lagi!"
"Hahaha sorry, sorry Bi. Lagian kocak banget sih permintaan kalian. Anyway, gue bukan Andra. Gue Rado, kebetulan lagi di rumah Baim. Tadi Andra juga di sini sih, tapi lagi on the way rumah Ghina kok. Tinggal ditunggu aja."
Brietta sontak terhenyak. Kok Rado sih? batinnya bingung.
"Ng-ngapain lo yang angkat sih?",tanya Brietta, salting.
"Tadi Andra perginya buru-buru, lupa deh sama handphonenya.", jawab Rado diikuti tawa kecil. "Lama ya rasanya ngga denger suara lo, Bri. Lo apa kabar?"
Deg! Brietta merasa ada yang berdebar di dadanya mendengar ucapan itu. 
"Bangke, malah nanyain soal Brietta. Modus amat lo, Nyet?", terdengar suara orang lain di seberang sana. Brietta tersentak.
"Yeehh! Nanya doang, Im! Eh, maaf ya Bri, gue lagi sama Baim nih. Lo di rumah Ghina sekarang? Gimana, Andra udah nyampe belom?"
"Ah? Itu kayaknya ada suara motor diparkir deh. Mungkin si Andra kali ya. Ya udah kalo gitu ya, Do. Bye."
Klik! Brietta memutuskan sambungan telpon.
"Mati gue..", desah Brietta sembari memegang dadanya. Ia merasa ada desiran keras di dalamnya.
Namira memandangnya dengan bingung, "Yang tadi bukan Andra?"
Brietta mengangguk, "Rado yang ngangkat. Sia-sia banget dong gue ngomel-ngomelnya tadi?"
"Andranya mana?"
"Lagi ke sini katanya."
"Lo baper gara-gara akhirnya bisa ngobrol lagi sama Rado?", Namira mengerlingkan matanya, menggoda Brietta.
Sontak Brietta menepuk bahu Namira keras, "Ya enggak lah!", bantahnya.
Namira mencibir, dia paham bahwa sahabatnya itu jelas berbohong. Karena Namira tahu, perasaan Brietta pada Rado sesungguhnya masih terlalu kuat.
***

Ghina membuka pintu kamarnya begitu mendengar seruan Andra yang memekik telinganya. Suara laki-laki itu terlalu nyaring hingga membuatnya tidak tahan dan buru-buru ingin meneriakinya balik.
"BISA NGGAK KAMU NGGA PAKE MANGGIL-MANGGIL AKU MULU SAMBIL NYANYI-NYANYI NGGAK JELAS BEGITU?! BIKIN POLUSI SUARA TAHU,NGGAK?!", seru Ghina sembari membuka pintu kamarnya. Andra yang sudah menunggu di balik pintu sontak melemparkan tubuhnya ke arah Ghina, memeluknya erat.
"Maaf ya, sayang. Aku yang salah, malah aku yang marah ke kamu. Tahu ngga, tadi di depan aku udah diomelin sama Mama kamu, sama Namira dan Brietta juga. Jadi kamu jangan nambah-nambahin omelan ya, aku udah puas diomelin, oke?", ucap Andra lembut yang seketika membuat Ghina terharu.
"Aku tuh takut, Ndra, kalau kita bakal selesai kali ini.", ucap Ghina, menahan isak tangisnya.
Masih dalam dekapan Ghina, Andra menggeleng keras. "Ngga, sayang. Ngga akan kita selesai kali ini. Kita akan terus sama-sama sampe kita ubanan, sampe gigi kita ompong, sampai maut memisahkan."
Ghina tersenyum penuh haru, "Kamu jangan bandel lagi dong, jangan bikin aku nunggu terlalu lama."
"Iya, aku ngga akan nyuruh kamu nunggu lama kok. Aku nurut aja gimana maunya kamu sekarang, oke?"
"Tunangan dulu ya."
Andra melepas pelukannya, menatap Ghina dengan jahil. "Gimana kalo ciuman dulu?"
Ghina menepuk lengan Andra kemudian mencubitnya gemas. Andra balas mengecup bibirnya tak kalah gemas.

"Sialan, kenapa gue harus lihat part yang ini sih?", umpat Brietta berbisik pada Namira yang mengintip di balik dinding pemisah ruang tamu dan kamar Ghina.
Namira terkikik, "Kenapa, pengen kissing juga lo?"
"Sama siapa? sama guling, sering."
"Kata lo bibir Rado seksi, merah alami gitu sampe lo tergoda."
Brietta melolot, "KAPAN GUE PERNAH BILANG BEGITU, MIRAAAA?!!"

to be continued..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar