Kamis, 04 Desember 2014

Apa Kabar, Kamu?



Apa kabar kamu, wahai pemilik hatiku di masa lalu?
Masih ingatkah dengan nama dan rupaku, yang pernah kau sebut sebagai cintamu?
Masih ingatkah pada tanggal, hari, bulan, tahun di mana pertama kali kau menatap mataku seraya berkata, ‘Maukah kau jadi kekasihku?’
Alangkah senangnya jika kau menjawab dengan satu anggukan kecil yang disertai senyum mengembang di wajahmu.

Apa kabar kamu, wahai kekasih masa laluku?
Masih ingatkah bagaimana aku menertawaimu yang tak pandai merangkai kata gombal untukku?
Masih ingatkah berapa banyak tulisan bukti tanda sayangku yang aku persembahkan untukmu?
Ingatkah karena pada akhirnya kau mampu merangkai kalimat penuh cintamu dan seketika membuatku terharu?
Alangkah gembiranya jika kau masih tetap ada di sini, di sampingku. Menuliskan puluhan bahkan ratusan kalimat ‘Aku Mencintaimu’ tanpa ragu.
Akan terasa sangat menyenangkan jika kita mampu merangkainya bersama, juga mewujudkannya di masa depan.

Apa kabarmu, wahai cintaku yang telah menghilang setahun lalu?
Masih ingatkah pertengkaran-pertengkaran kecil penyedap rasa hubungan kita?
Masih ingatkah tawa kita yang meledak setelahnya?
Tawa penuh ejekan tentang percekcokan kita yang harusnya tidak terjadi karena hal sepele.
Namun ingatkah juga ketika pada akhirnya kita tidak bisa menahan segala emosi yang membara, hingga membuat segalanya berbeda?
Ketika dinding hati yang kita bangun bersama tak mampu lagi menahan terpaan badai yang datang di hari itu, akhirnya menyerah karena rapuh.
Dinding yang kita bangun atas nama cinta, kepercayaan, kesetiaan yang selalu kita banggakan dengan angkuhnya, runtuh begitu saja.
Aku tak bisa menahannya. Kau pun hanya membiarkannya.

Apa kabar perasaanmu kini, wahai tokoh utama dalam kisahku di masa lalu?
Masih ingatkah dengan janji yang pernah kita ucapkan dengan lantang, dulu?
Ketika kita memutuskan untuk tetap berhubungan baik, menjadi sahabat karib, menjaga perasaan kita agar selalu ada, dan tetap sama.
Namun ternyata kau lebih memilih untuk mengenyahkan muka dari hadapanku.
Kau memutuskan untuk benar-benar menyelesaikan kisah yang tak ingin aku akhiri dengan sad ending ini.
Mulutmu terkunci, hanya matamu yang memaki penuh kecewa atas apa yang telah terjadi.
Kita selesai.
Oh ya?
Bahkan sampai detik ini aku merasa yang terjadi kini hanyalah mimpi burukku belaka.
Hei, aku tidak benar-benar kehilanganmu, kan?

Apa kabar dengan hatimu kini, wahai mantan terindahku?
Sudahkah menemukan pengganti diriku?
Siapapun dia, kencanilah dengan baik. Cintai dia dengan setulus hatimu.
Terimakasih atas cinta yang  pernah kau beri, aku bahagia kita pernah saling memiliki.
Terimakasih untuk kasih sayang tiada henti, aku harap ‘sayang’ itu tetap ada apapun yang terjadi.

Dan satu hal lagi, bisakah kau membalas suratku ini satu kali saja?

Bisakah kau membalasnya dengan sebuah pertemuan tak disengaja?

Ditulis untuk para alumni hati.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar