Sabtu, 07 Oktober 2017

Tell Me Why (Part 23)

Belum sempat Namira meneguk teh hijau hangat favoritnya, sebuah lengkingan tajam memekik telinganya secara tiba-tiba.
"HELP ME GOOOOODDD!!", seru seorang gadis berwajah oriental yang baru saja memasuki kedai dengan begitu lantang. Tanpa basa-basi dia segera menghampiri Namira dan merebut cangkir yang tengah dipegang oleh sahabatnya itu, meneguknya dengan brutal.
Namira hanya bisa tercengang melihat kelakuan Brietta yang seperti orang kesurupan itu.
"Lo ngga mau nanya kenapa gue sampe begini? Lo ngga penasaran sama keadaan gue saat ini?", tanya Brietta pelan setelah meneguk habis teh hijau Namira yang direbutnya secara paksa.
"Ngga perlu gue tanya, gue udah tau jawabannya apaan, Bri.", jawab Namira dengan tenang seakan dia sudah terbiasa menghadapi tingkah Brietta yang mendadak suka nyeleneh begini.
"Nyokap lo bawel dan terlalu ngatur hidup lo banget ngga? Kalo engga, tukeran nyokap sama gue yuk, Nam!", celetuk Brietta ngaco. Dia mengusap wajahnya sendiri yang sudah terlihat lusuh seperti belum mandi dua hari.
Namira menggeleng penuh simpati, "Jangan suka ngomong begitu, lo. Durhaka namanya."
"I don't care. Gue kesel banget asli sama nyokap. Kenapa dia ngebet banget jodoh-jodohin gue sama laki-laki yang pada absurd ngga danta banget gitu sih? Dia ngga rela banget kayaknya kalo gue nyari yang sesuai pilihan gue sendiri.", keluh Brietta. "Oke gue tau dia nyoba menghindarkan gue dari situasi tidak menyenangkan seperti insiden Rado dulu, dia ngga mau hal itu terulang lagi gue tahu. Tapi ngga gini juga caranya kali!"
Brietta menghela napas panjang, mencoba menenangkan dirinya sendiri.
"Maaf, Bri,untuk soal itu gue ngga bisa bantu.", ucap Namira tidak tertarik. Karena menurutnya, masalahnya sendiri juga rumit. Belum selesai dengan Baim, Rado kini masuk dalam putaran masalahnya.
"It's okay, Nam. Gue juga tau lo sendiri punya problem yang lebih ribet dari gue."
Mendadak Namira tersadar akan sesuatu. "Bri, gue.."
Brietta mengangguk, "Gue tau, Rado suka sama lo, kan? Gue udah sadar dari dulu sebenarnya, cuma gue emang ngga mau memusingkan soal itu karena Rado sendiri cuma fokus ke gue saat itu.", ungkap Brietta yang sontak membuat mata Namira membulat, kaget.
"Lo tau dari mana?"
"Hmmm, awalnya cuma nebak aja waktu Rado dengan ngga sengaja bilang kalau sebenarnya di antara gue, lo dan Ghina, yang paling menarik perhatian adalah lo meski dia juga bilang wajah gue yang paling proporsional.", Brietta terkekeh pelan. "Ngga tau kenapa cuma gara-gara denger itu perasaan gue ngga enak. Gue ngerasa ada something di balik ucapan Rado itu. Dan jujur aja gue agak kesel sih."
"Maaf, Bri."
Brietta menggeleng, "Ngga apa-apa kali, toh udah lewat. Perasaan gue ke Rado pun udah selesai. Ngga ada yang perlu dipermasalahkan lagi."
Namira tercenung, "Lo..udah ngga suka lagi sama Rado?"
"Kenapa? Kalo gue ngga suka lagi lo bakal nerima dia?", tanya Brietta dengan nada meledek.
"Apaan sih? Ya ngga mungkin lah, lo sendiri kan tau gue ngga bakal bisa nerima siapa-siapa."
"Gue cuma ngga mau memusingkan perasaan ini lagi, Nam. Udah sia-sia aja buat gue, ngga ada gunanya mempertahankan perasaan yang sama sekali ngga bakal membuahkan hasil akhir yang bahagia."
Namira mendengus, "Ya sama kalo gitu."
"Tapi lo masih punya kesempatan buat memperbaikinya, Nam. Lo cuma tinggal yakinin diri lo sendiri kalau lo bisa terbebas dari phobia konyol lo itu. Lo liat sendiri kan gimana sayangnya Baim sama lo?"
"Sesayang apapun dia ke gue, gue ke dia, ngga akan mengubah apapun, Brietta. Gue ngga bisa, sama sekali ngga bisa. Lo masih bisa ketemu cowok dan jatuh cinta lagi, tapi gue udah ngga ada harapan apapun. Karena hasil akhirnya bakalan sama aja, gue ngga bisa berkomitmen."
Brietta menghela napas kembali. "Jadi selanjutnya lo mau gimana sama Baim dan Rado?"
"Mau ngga mau gue harus jujur soal phobia gue ini, Bri. Ngga ada cara lain."
"Kayaknya cuma kita aja yang hasil akhirnya ngga bahagia begini ya?", Brietta meringis.
"Kenapa lo ngomongnya begitu? Lo masih punya kesempatan buat ketemu orang dan jatuh cinta lagi kan gue billang?"
"Dan gue juga udah bilang kalau masalah gue sekarang terletak di nyokap gue sendiri, Namira."
"Lo ngga punya gebetan atau teman yang cukup dekat gitu?"
"Siapa? Teman cowok yang dekat sama gue selama ini ya cuma Rado, ngga ada yang lain lagi. Duh, plis deh Nam, lo juga udah tau kan kalau gue ini ngga punya banyak teman cowok dari jaman kuliah. Kebanyakan cuma sekedar kenal doang, ngga ada yang bener-bener deket."
Namira mengangguk pelan, "Iya juga ya, kalo diinget-inget lo ngga terlalu deket sama teman cowok di kampus, padahal banyak yang nyoba deketin lo, kan?"
"Justru karena mereka tujuannya cuma nyepikin gue dan ngegombalin gue, jadi mendingan gue menghindar aja. Gue ngga mau baper, gue ngga mau sakit hati."
"Tapi kenapa sama Rado lo mau?"
"Karena dari awal gue ngelihat dia bukan tipikal cowok yang demen nyepik. Gue perhatiin cuma sama gue doang dia bisa luwes, sama temen cewek yang lain dia cuek-cuek aja.", Mata Brietta melirik ke arah Namira, "Ah, sama lo juga. Dia bisa luwes sama lo juga."
"Ah, jangan bawa-bawa gue kenapa sih?", Namira beranjak dari bangkunya, mengambil dua gelas dan botol air mineral ukuran besar.
"Lo sama Rado sebenarnya gimana, Nam?", tanya Brietta setelah meneguk airnya hingga tandas.
"Gue ke Rado ya biasa aja, yang gue rasain justru ngga enak sama Baim, apa lagi sama lo, Bri. Gue ngerasa bersalah banget."
"Lah, buat apa lo merasa bersalah? Lo sama sekali ngga salah soal ini, Namira."
"Karena lo punya perasaan ke Rado. Dia pun begitu ke lo."
"Ah, udahlah, udah ngga penting lagi."
KLING! Sebuah notifikasi pesan masuk muncul di layar ponsel Namira.

From: Ghina's Fiancee
Kedai lo besok malam free nggak? Bikin mini party yuk! Si Rado kupret jadi dikirim ortunya ke Mesir nih!

Namira tertegun membaca pesan dari Andra itu. Sedetik, dua detik, tiga detik, dia hanya bisa menatap layar ponsel dengan nanar. Membuat Brietta yang melihatnya bertanya-tanya.
"Kenapa, Nam?"
"Bri..Rado mau ke Mesir."
Brietta mendelik kaget. "Seriously?"
*
"Lo aja dah yang bilang langsung ke Namira, masa harus gue.", keluh Andra pada Rado yang semenjak tadi mendesaknya agar mau memberi info soal rencana kepergiannya pada Namira. "Kalau ngga minta Baim sana!"
Rado berdecak, "Yaelah, bro, kali ini aja lo ngga bisa bantuin gue apa? Lagian lo tau sendiri hubungan Baim sama Namira lagi gimana sekarang. Gue ngga sanggup ngomong langsung ke dia, jadi lo aja ya yang ngasih tau. Bilang aja lo mau nyewa kedai buat acara perpisahan gue atau gimana kek."
"Eh, monyong, kalau mau nyewa kedai gue bisa ngomong ke Ghina ngga pake ke Namira juga."
"Eh, kampret, misi sebenarnya kan mau ngasih tau dia kalau gue mau ke Mesir bukan mau party beneran. Lo ngga peka banget sih, Ndra, masyaallah!"
"Ribet amat lo jadi orang dah!", cibir Andra, bete.
"Tinggal ngirim pesan WhatsApp aja susah amat sih, Nyet!", balas Rado mulai sewot.
"Kalo menurut lo gampang kenapa ngga lakuin sendiri?", sebuah suara yang terdengar tak asing mendadak masuk dalam obrolan mereka. Andra dan Rado menoleh serempak ke arah pintu kamar kos Andra.
Baim berdiri di sana dengan wajah tersenyum simpul.
"Lo dari kapan di situ? Baru nyadar gue.", sapa Rado sedikit canggung mengingat terakhir mereka bertemu dalam situasi yang kurang mengenakan.
"Lo ngga mau nanyain kabar gue, Nyet? Sombong ya mentang-mentang mau cabut dari Indonesia.",tukas Baim dengan nada bercanda. Andra tertawa geli melihat kecanggungan di antara dua temannya itu.
Rado melirik Andra, "Yang ngasih tau dia..elo?", tanyanya sambil berbisik. Andra mengangguk sembari terkekeh.
"Mau ngabarin Namira?",tanya Baim seraya menghampiri Andra dan Rado di atas tempat tidur. "Perlu bantuan gue?", Baim menawarkan diri.
"Ah, gue udah minta tolong Andra. Baru mau dikirimin WhatsApp. Ya kan?"
"Gue heran dah sama ini bocah, mendadak tingkahnya kayak baru masuk masa puber." Andra menggelengkan kepalanya.
"Gue udah ngga heran lagi malahan." timpal Baim enteng.
Rado menatap Baim canggung, "Maafin gue Im, gue ngga ada maksud.."
Baim mengibaskan tangannya di depan wajah, "Ngga perlu, lo ngga salah juga lagian. Guenya aja yang rada sensi sama sikap lo yang begitu mulu dari dulu. Bikin gue ngga enak sendiri."
"Soal gue sama Namira..", Rado menelan ludahnya, "Udah gue lupain. Gue ngga mau bikin masalah baru. Toh gue juga mau pergi."
"Serius banget ngomongnya."
"Ya masa gue bercanda di saat begini, Im?"
"Lo perginya ngga bercanda?"
"Emangnya gue keliatan lagi bercanda sekarang?"
"Gue kangen candaan lo dan bakal kangen seterusnya, Do."
Andra melirik geli pada Baim dan seketika tawanya menggema tanpa permisi menyisakan suasana aneh di antara Baim dan Rado.
"Udah mending lo berdua pelukan dah sekarang!", ujar Andra di tengah tawanya yang tak kunjung berhenti.
"Bajingan, merinding gue bego!" Rado melempar bantal ke muka Andra, gemas.
"Goblok, gue yang paling merinding ini!", timpal Baim sembari terkekeh pelan.
"Geli najis!", umpat Rado pada Baim.
"Tapi serius dah, gue bakal kangen sama lo nanti."
"Pelukan aja ayoo pelukaann!!" Andra makin mengompori.
"TAEEE UDAH WOY GUE GELI ANJRIT!"

to be continued..



Tidak ada komentar:

Posting Komentar