Rabu, 15 Oktober 2014

Tentang Karma



Mataku masih memandang layar handphone sambil sesekali menyunggingkan senyum miris. Ada perasaan iri ketika melihat berbagai kiriman foto teman-teman di akun media sosialku. Sebenarnya Cuma foto sepele, namun aku melihatnya dengan perasaan berbeda. Ya, mataku seketika berkaca-kaca bila melihat foto sepasang kekasih yang berpose dengan mesra. Bukan cuma foto sepasang kekasih saja, ada banyak foto-foto pre-wedding yang  menghiasi linimasaku. Aku Cuma bisa menghela napas ketika melihatnya. Detik itu juga aku merasa dunia ini begitu tidak adil. Bagaimana bisa orang lain tersenyum begitu lepasnya, memamerkan kemesraan dengan pasangannya tanpa ragu, dihadapan seorang single seperti aku? Dan kenapa sampai saat ini aku masih sendiri tanpa pasangan menemani? Sungguh tidak adil rasanya.

Aku meletakkan handphone disamping bantal dan mencoba memejamkan mataku, begitu melihat waktu sudah menunjukkan pukul 11 malam. Namun tiba-tiba ada yang mengganggu pikiranku, entah kenapa aku jadi teringat dengan para mantan kekasihku. Aku teringat pada mantan kekasih pertamaku ketika aku duduk di kelas 3 SMP, empat mantan kekasihku saat aku duduk di kelas 1 SMK, tiga mantan kekasih ketika di kelas 2 SMK, dan dua orang mantan kekasihku saat duduk di kelas 3 SMK. Juga, seorang mantan kekasih yang menjalin hubungan jarak jauh denganku, disaat umurku 18 tahun. Dan dari sekian banyak mantan kekasihku, aku hanya berhubungan paling lama 7 bulan. Tidak pernah lebih dari itu.
Aku tertegun sendiri mengingatnya. Aku baru sadar, rupanya aku memiliki banyak mantan kekasih. Itu artinya dulu aku begitu mudah jatuh cinta, mudah menerima cinta, dan mudah pula untuk menyudahi hubungan.
Aneh. Ya, aku merasa begitu aneh pada diriku sendiri. Aku yang dulu seperti orang yang senang bermain-main dengan perasaan. Aku yang dulu seperti orang yang tidak bisa memahami makna cinta yang sebenarnya. Mungkin karena dulu aku orang yang sangat labil dan kurang memahami perasaanku sendiri.
Aku ingat ketika usia 16 tahun, aku seringkali didekati oleh beberapa laki-laki. Jujur saja aku merasa begitu senang dan berharap bisa memiliki mereka semua. Aku ingat ketika itu aku menerima cinta mereka hanya karena aku ingin ada jawaban ketika temanku bertanya ‘pacarmu anak mana?’. Dan kini aku baru sadari jika dulu aku tidak memahami perasaanku sendiri, aku tidak benar-benar merasakan cinta itu terhadap beberapa mantan kekasihku dulu. Aku menerima perasaan mereka hanya karena melihat banyak temanku sudah memilki kekasih, dan aku tidak mau kalah dengan mereka. Aku pun harus memiliki kekasih juga, tanpa memikirkan apa perasaanku sebenarnya. Aku tidak menyadari keegoisanku itu dulu dan mengesampingkan apa yang disebut ‘cinta’ itu. Pada akhirnya, aku hanya bisa melukai banyak orang, melukai para mantan kekasihku yang tulus menyayangiku.
Ya, aku jahat, egois, kekanakan, juga konyol.
Namun ada perubahan drastis begitu aku memasuki  usia 17 tahun. Usia dimana aku perlahan mulai bisa memahami perasaanku sendiri. Apalagi ketika aku berkenalan dengan seseorang, menjalin hubungan dengannya, dan akhirnya dia meninggalkan aku ketika hubungan kami baru berjalan satu bulan. Disaat itulah aku baru merasakan betapa sakitnya hatiku, betapa sedihnya aku berpisah dengannya. Dan ketika itupun aku baru menyadari, jika ada orang yang melukaiku begitu dalam, itu artinya dialah yang benar-benar aku cintai.
Ya, akhirnya karma itu datang juga.
Tidak cukup sampai disitu, karmaku berlanjut ketika aku ditakdirkan untuk jatuh cinta dengan seseorang yang tidak bisa aku miliki. Dialah orang yang menikam hatiku tanpa ampun ketika umurku 18 tahun. Ketika itu aku begitu menyukainya, begitu menaruh banyak harap padanya dan ingin dia juga merasakan hal yang sama. Namun apa yang kudapat justru sebaliknya, dia meninggalkanku dengan begitu tega. Ya, aku kembali dibuat sakit hati.

Ironis. Jika mengingat beberapa tahun lalu dengan mudahnya aku mendapatkan seseorang untuk menjadi kekasihku, dengan mudahnya aku merasa disayangi, kini aku hanya bisa memandangi berbagai kiriman foto pasangan yang bertebaran di akun media sosialku dengan senyum miris. Aku tidak bisa memamerkan kemesraanku dengan pasanganku melalui media sosial seperti mereka, aku tidak bisa menunjukkan pada dunia ‘ini lho kekasihku yang paling kucintai dan mencintaiku sepenuh hatinya’. Jangankan untuk mendapatkan seorang kekasih, yang ada justru hatiku patah begitu tau orang yang kusukai sudah memiliki kekasih. Jangankan untuk merasa dicintai, yang ada justru aku terus merasa dilukai.
Dan luka itu terasa membengkak selama dua tahun belakangan ini. Selama dua tahun semenjak usiaku 18 tahun hingga kini sudah 20 tahun, aku merasa kisah asmaraku semakin menyebalkan saja. Ya, menyebalkan juga menyedihkan. Tidak banyak laki-laki yang mendekatiku seperti saat umurku 16 tahun. Tidak ada lagi jawaban untuk pertanyaan ‘pacarmu anak mana?’. Juga tidak ada lagi perasaan sesaat yang datang dan pergi dengan mudah. Kini aku sudah bisa memahami perasaanku sendiri, aku sudah bisa memahami apa itu simpati dan apa itu rasa sayang.
Dan selama dua tahun terakhir ini, aku merasa begitu gagal dalam urusan asmaraku sendiri. Ironisnya, aku mengalami kegagalan ini dengan beruntun tanpa ampun. Mulai dari dicampakkan oleh orang yang sangat aku sayangi kala itu, dilanjut dengan menjalin hubungan jarak jauh yang kandas tanpa sempat bertemu, dan akhirnya kembali merasakan cinta bertepuk sebelah tangan yang menyakitkan. Kacau, aku merasa begitu galau. Pahit, sedih, kecewa, dan begitu terluka. Karma datang bertubi-tubi.

Ada perasaan aneh yang mengganjal dalam hatiku, ada berbagai pertanyaan menumpuk dalam kepalaku. Apa yang salah denganku selama ini? Apa yang menyebabkan aku mendapat banyak luka ini? Apa karena aku yang dulu selalu meremehkan mereka yang tulus menyayangiku? Mungkinkah karena aku dikutuk oleh mereka yang dengan sengaja atau tidak aku sakiti hatinya? Apakah ini sebuah pertanda agar aku lebih memahami arti cinta dan berhenti untuk bermain-main dengan hati? Juga, apakah aku ditakdirkan mendapatkan semua karma ini agar aku bisa menjadi pribadi yang lebih baik?
Aku tidak yakin, namun aku merasa semua ini terjadi agar aku bisa belajar dan lebih memahami perasaanku sendiri. Dulu aku melukai banyak orang, dan aku balik dilukai sebagai balasannya. Dulu aku tidak benar-benar mencintai mereka yang tulus mencintaiku, dan aku balik dicampakkan oleh dia yang benar-benar aku cintai.

Ya, mungkin sudah sepatutnya jika luka dibalas luka. Dan bahagia akan datang setelah luka itu mengering. Semoga saja.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar