Sabtu, 05 Agustus 2017

Tell Me Why (Part 17)

Bingung.
Baim menggaruk kepalanya yang mendadak gatal. Memutar otak, mencari cara agar Namira batal datang ke rumahnya atau lebih baik dianya saja yang pergi dan bertindak seolah-olah semua itu terjadi secara mendadak. Ah, terlalu biasa, pikir Baim. Ia pun kembali memutar otak dan tiba-tiba muncul bayangan Rado dalam benaknya. Baim mengangguk pasti dan segera menekan nomor Rado, meminta pertolongan darurat.
"Plis deh, Im. Lo ada-ada aja deh ah.", keluh Rado begitu Baim mengatakan ide konyolnya. "Namira mana bisa dibohongin pake model begituan."
"Coba aja dulu, Do. Lo bilang aja mau balikin kolor gue yang lo pinjem buat renang Minggu kemaren. Dan begitu nyampe sini guenya udah ngga ada di rumah."
Terdengar Rado menghela napas, "Im, kenapa lo ngga jujur aja sih ke Namira kalo lo mau ketemuan sama mantan lo itu?"
"Gila kali lo, ntar dikiranya gue balikan lagi sama dia. Ngga ah."
"Loh, bukannya bagus kan kalo Namira mikirnya begitu? Kan jadinya lo ngga terbebani lagi sama dia yang hampir tiap hari ngajakin ketemuan."
"Masalahnya dulu gue pernah bilang ke Namira kalo sampe kapanpun ngga ada istilah kembali ke mantan. Yakali ngga lucu banget kalo gue terlihat ngejilat ludah sendiri."
"Ya tinggal bilang aja lo mau ketemu biasa, melepas rindu, reunian, atau apa kek."
"Ngga. Pokoknya lo ke sini sekarang bantuin gue!", seru Baim sedikit ngotot.
Rado sekali lagi hanya bisa menghela napas, "Kadang gue ngerasa malu jadi temen lo, Im."
*
Namira sedikit terkejut mendapati Rado keluar dari rumah Baim. Padahal aslinya Rado baru saja sampai dan segera menjalankan misi rahasia yang direncanakan Baim yang notabene masih berada di dalam rumah.
"Eh, Mira.", sapa Rado pada Namira dengan sedikit canggung. Raut wajahnya dibuat seakan-akan dia tidak menyangka akan bertemu Namira saat itu.
"Abis ngapain lo?", tanya Namira menghampiri Rado yang berdiri di depan gerbang rumah Baim.
"Ah, ini, gue abis balikin kolornya Baim, tempo hari gue pinjem buat renang di Atlantis sekalian mau ngajakin dia futsalan, eh tapi dianya ngga ada di rumah.", ujar Rado mulai berakting.
Namira mengerutkan dahinya, "Baim ngga ada di rumah? Ke mana dia?"
"Tau tuh, tadi gue cuma ketemu sama si Mbok.", tunjuk Rado ke arah rumah Baim. "Lo mau ketemu Baim?"
Raut wajah Namira terlihat kuyu mendengar Baim sedang tidak ada di rumah. Sebelumnya dia memang sudah punya firasat bahwa Baim akan menghindarinya lagi, tapi ada sedikit harapan Baim mau menemuinya.Tapi sayangnya tidak demikian.
"Dia ngehindari gue mulu, Do. Ngga capek apa ya?", tanya Namira pada dirinya sendiri namun matanya melihat ke arah Rado.
Rado tercekat, sedikit bingung karena ini tidak ada dalam skenario. Menurut Baim setelah Rado mengatakan Baim tidak ada di rumah, Namira akan langsung pergi entah balik ke rumah atau menuju kedai.
"Ah, ngga gitu kali, Mir. Mungkin dia emang ada keperluan mendadak dan mendesak.", ujar Rado asal.
"Keperluan mendadak setiap kali gue ajakin ketemu? Ngga masuk akal.", Namira mendengus. "Ya udahlah kalau dia maunya begitu."
Rado jadi kikuk sendiri melihat Namira yang begitu kecewa seperti itu. Mendadak ada sebuah hasrat yang mendorongnya agar melakukan sesuatu.
"A-anu, Mir. Lo ngga ke kedai hari ini?", tanya Rado iseng.
"Tadinya gue mau ke sana setelah ketemu Baim, tapi berhubung ngga ketemu jadinya gue mager. Mau lanjut tidur aja lah dari pada ketemu klien."
"Jadi lo mau ketemu klien hari ini?", tanya Rado lagi. Namira mengangguk.
"Iya, mau dekor kedai."
"Ya udah ayok gue temenin ke sana biar lo ngga bete."
KLANG!
Mendadak seperti ada suara kaleng jatuh dari atap rumah. Suasana seketika menjadi canggung. Namira memandang Rado dengan pandangan aneh. Dan Rado seketika mengutuk dirinya sendiri.
'LO NGOMONG APAAN SIH DOOOO??!!'
Ah tapi sudahlah, hanya itu yang terlintas dipikirannya.
Semenit berlalu, Namira kemudian terkekeh pelan. Rado berbalik menatap Namira dengan bingung.
"Jadi maksudnya lo mau nganterin gue ke kedai gitu?", ulang Namira setelah tawanya reda.
Rado mengangguk sembari tersenyum canggung, "Ya kalo lo ngga keberatan sih."
"Ya udahlah ayok.",ujar Namira akhirnya.
"Ha?"
"Lo tungguin gue bentar, mau ambil tas sama helm dulu."
Sekian detik Rado hanya melongo dan baru sadar saat menerima pesan dari Baim yang diam-diam mengawasinya dari kamarnya di lantai dua.

From: Baim Kupret
Gimana? Mission accomplished kan?

Buru-buru Rado membalas sebelum Namira keluar dari rumahnya
'Sedikit melenceng dari skenario, tapi oke kok'

'Eniwei gue mau anter Namira ke kedai. Is it okay for you?'

From:Baim Kupret
'Wait..WHAT? NGGA SALAH LO?

Rado menghela napas. 'Gue juga ngerasa ada yang salah Im,' batinnya dengan perasaan sedikit bersalah.
*
Sebenarnya hubungan pertemanan Rado dan Namira bisa dibilang cukup dekat meski perkenalan mereka juga karena Baim yang mempertemukan. Namun ketika Baim mulai melakukan pendekatan lebih serius ke Namira yang tadinya hanya sebatas sahabat dari kecil menjadi gebetan lalu pacaran, Rado tidak seintensif dulu menghubungi Namira, mengiriminya pesan dan sesekali melakukan video call karena mereka kuliah di kota yang berbeda. Dan saat itu juga Rado bertemu dengan Brietta dan jatuh cinta dengan gadis oriental tersebut.
"Udah?", tanya Rado pada Namira yang menghampirinya di teras kedai bersamaan dengan perginya si klien.
Namira mengangguk. "Sorry ya kalo rada lama, gue kira ngebahas soal dekor kedai ngga nyampe sejam begini. Lo pasti bosen nungguin ya sampe abis kopi dua cangkir?"
Rado menggeleng sembari tersenyum, "Yaelah Mir kayak sama siapa aja."
"Laper ngga? Mau brownies?", tawar Namira ,"Gue kasih cuma-cuma nih buat lo."
"Ngga lagi pengen yang manis-manis. Kripik aja ada kripik?"
"Ohh, ada tuh banyak. Kemaren Brietta yang nyumbangin stok kripik kentang..", Namira tidak melanjutkan kalimatnya setelah melihat ada aura lain pada Rado saat nama Brietta disebut.
"Lo..masih suka calling-callingan sama Brietta?", tanya Namira kemudian.
Rado mendengus, "Masih pake nanya lagi. Udahlah, gue ngga mau nambahin masalah buat dia. Buat gue sendiri juga."
"Bokap lo jadi ngirim lo ke Kairo?"
"Lo tau dari mana soal itu?", Rado mengerutkan dahi karena seingat dia, dia hanya cerita pada Baim dan Andra...ah! "Ghina ya?", tebak Rado.
Namira mengangguk. "Ya masa gue tau dari Baim. Dia diajakin ngomong dua kalimat aja susah banget."
Rado tersenyum tipis, "Lo enak masih bisa leluasa buat ngehubungin Baim, rumah sebelahan, masih bisa ngeliatin meski dari jauh. Lah gue boro-boro."
"Leluasa ngehubungin ngga ada artinya kalo si empunya ngga mau nanggepin balik, Do. Sia-sia belaka."
"Seenggaknya lo udah mencoba."
"Kadang gue ngerasa nyesel udah mencoba."
"Baim masih peduli sama lo, Mir."
"Begitupun Brietta, Do."
"Dia engga suka sama gue."
"No. She did."
"Ha?"
"Brietta cuma kegedean gengsi aja, Do."
Rado menghela napas pendek, "Percuma juga lah, Mir. Ngga ada gunanya, sia-sia belaka."
Namira mendengus, "Kenapa semuanya terdengar sia-sia aja ya?"
"Nah, iya kan. Mendingan udahan deh ngomongin hal yang sia-sia begini."
"Kan lo yang mulai."
"Lah? Lo tuh."
"Eh? Iya ya? Hehehe. Sori."
"Mana kripiknya sini keluarin!"

Namira tersenyum. Dan entah kenapa Rado tercekat melihat senyum Namira malam ini. Ada yang lain, ada sesuatu yang beda. Sesuatu yang aneh.

to be continued..


Tidak ada komentar:

Posting Komentar