Aku lebih suka kata
‘selalu’. Bermakna rutin dan dilakukan terus menerus. Seperti sebuah kebiasaan
yang tak boleh terlewatkan.
Contohnya seperti, saat
aku mengatakan ;
Aku selalu menunggumu.
Baik pesan singkat darimu, atau kemunculanmu dalam linimasaku.
Aku selalu tersenyum
kala itu, ketika rupamu menyapaku dalam bentuk pesan singkat.
Aku selalu merindukanmu.
Ketika tak terdengar lagi kabarmu untuk beberapa waktu.
Aku selalu mendoakanmu,
di setiap sujudku dalam lima waktu.
Aku selalu berharap
tanpa henti, kau akan tetap bahagia, dengan siapapun yang kau pilih nanti.
Dan, aku selalu
mencintaimu dalam diamku ini.
Namun ketika aku
berpikir lagi, balasan atas kata ‘selalu’ku ini kau abaikan dengan mudahnya.
Aku merasa timpang.
Seketika ingin tumbang.
Karena kau membalasnya
dengan ‘terkadang’.
Ya.
Terkadang kau datang
membuat debaran kencang di hati.
Namun tak jarang kau
melemahkan denyut nadi.
Terkadang kau muncul
tanpa diduga, tanpa diminta.
Namun tak jarang kau
pergi meninggalkan luka.
Terkadang segala ucapanmu
mengenyahkan segala sedih.
Namun tak jarang
menyayat begitu pedih.
Terkadang tawamu
membahagiakanku.
Namun tak tak jarang
melemahkanku.
Terkadang kau mampu
menghiburku.
Namun tak jarang
menjatuhkanku.
Terkadang sikapmu
mengisyaratkan ada harapan untukku.
Namun tak jarang kau
menghempaskannya ke bumi tanpa ragu.
Terkadang cintamu
terlihat jelas dan nyata.
Namun ternyata kau hanya
melihat dia.
Terkadang aku merasa kau
yang selalu ada. Aku selalu merasa kau tak akan ke mana.
Terkadang kau membuatku
yakin harapan itu ada. Kau membuatku percaya semuanya nyata.
Terkadang aku melihatmu
yang merengkuhku penuh kehangatan. Padahal kutau kau hanya butuh pelarian.
Terkadang apa yang
kupikir cinta itu selalu ada dalam benakmu, untukku. Celakanya aku mudah
tertipu.
Terkadang kupikir dengan
mengejarmu akan meluluhkanmu. Tapi takdir tak pernah berpihak padaku.
Terkadang ada tekad
untuk enggan menyerah. Tapi ternyata aku terlalu lemah.
Terkadang egoku
mengalahkan hatiku. Tapi nyatanya hatiku yang mengalah pada logikaku.
Terkadang terlintas
untuk membenci segala tentangmu. Tapi ternyata aku terlalu lugu, juga dungu.
Terkadang aku merasa
bahagia melihatmu bersama dia. Tapi aku terluka parah setelahnya.
Terkadang aku ingin kau
untuk tetap di sini. Aku melarangmu lari kemudian pergi.
Terkadang aku ingin kau juga
mengatakan hal yang sama. Aku ingin kau merasakan segala yang kurasa.
Terkadang aku ingin kau
membalas kata ‘selalu’ku dengan ‘selalu’mu juga.
Terkadang aku bermimpi
kau bisa mengucapkannya padaku, tepat di depan mataku.
“Aku pun mencintaimu.”
Tapi pada akhirnya aku
sadar, bahwa kau bukan yang harusnya aku kejar.
Pada akhirnya aku tahu,
aku bukanlah yang engkau mau.
Kini lebih baik aku menyerah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar