Kamis, 04 September 2014

Karena Kita Adalah Teman 2



Dia datang lagi.
Entah apa yang ada dalam kepalanya, entah makhluk apa yang merasuki dirinya. Aku tidak mengerti dan tidak ingin peduli. Ya, pada awalnya aku tidak ingin peduli sama sekali dengannya. Kedatangannya kali ini pasti tidak jauh beda dengan sebelumnya, dia hanya datang untuk singgah dan pergi begitu saja. Dia hanya datang mencari kesenangan, mengusir rasa bosan yang melanda dirinya, kemudian pergi meninggalkan jejak bernama luka. Itu sudah biasa dia lakukan, dan mungkin dia merasa perlu melakukannya kembali kali ini.
Sempat terpikir untuk tidak lagi menerima kehadirannya kali ini. Aku terlalu takut jika harus kembali menelan kecewa, aku terlalu takut jika kembali merasa terluka.  Namun selama ini dia masih terlihat peduli padaku, masih ingat tanggal ulangtahunku bahkan mengirimkan pesan ucapan selamat pukul 12 malam. Dia juga masih sering menyapaku, dan selalu mencoba untuk tetap menjaga silaturahmi meski aku tidak mengacuhkannya. Ya, dia masih tetap berusaha menjalin komunikasi denganku selama ini, namun selalu aku abaikan karena aku malas menghadapi sikapnya yang seenaknya sendiri. Namun lama kelamaan, aku merasa bimbang pada diriku sendiri. Disatu sisi aku ingin menghindarinya, disisi lain aku tidak tega jika harus terus mengabaikannya. Dia sosok menyebalkan yang tidak mampu aku benci.

Namun sebenarnya siapakah ‘dia’ itu?
Bisa dibilang dia adalah orang kurang beruntung yang disukai oleh gadis sepertiku. Kenapa ‘tidak beruntung’? Jika dia beruntung, maka dia akan merasa bahagia disisiku, dia tidak akan pergi meninggalkan aku demi gadis lain. Terdengar menyedihkan? Begitulah adanya.
Sering aku bertanya pada diriku sendiri, apakah segala perasaanku padanya belum benar-benar hilang sekarang? Kenapa aku masih merasa degupan jantungku tak menentu ketika dia datang meski hanya lewat pesan? Kenapa aku masih sering merasa rindu padanya? Apakah itu perasaan yang wajar? Tapi sejujurnya aku tidak ingin lagi menyimpan perasaan apapun padanya. Selama ini aku selalu berusaha membuang perasaan ini dengan tuntas dan tanpa menyisakan apapun lagi. Namun nyatanya, usahaku tidak membuahkan hasil yang kuinginkan. Aku tidak benar-benar bisa melupakannya. Sejauh ini aku hanya berusaha untuk tidak terlalu memikirkannya juga mempedulikannya, bukan untuk membuang namanya dari hatiku. Aku merasa payah, namun aku bisa apa lagi? Perasaanku terlalu besar padanya dulu, hingga membuat luka yang sama besarnya pula. Semua itu menyulitkanku.

Namun pada akhirnya aku harus tetap melihat ke depan, melihat kenyataan yang ada. Aku tidak boleh terpengaruh pada perasaanku dulu. Kali ini aku harus lebih bijaksana mengatur ego dan perasaanku. Maka kuputuskan untuk kembali menerima kehadirannya sebagai temanku. Kurasa itu bukan keputusan yang buruk jika hanya menjadi teman untuk berbagi cerita, teman yang menemani dengan canda tawa. Hanya sekedar itu. Lagipula aku juga merasa kasihan padanya jika terus aku abaikan, aku sendiri pun sudah bosan bersikap angkuh padanya. Dan aku merasa kali ini akan berbeda dengan sebelumnya. Awalnya aku kira akan sulit menghadapinya jika dia masih bersikap sama seperti dulu. Namun ternyata sikapnya padaku sudah tidak seenaknya seperti dulu, dia sudah lebih baik kali ini. Jadi kurasa tidak akan ada lagi luka atau kecewa. Tidak ada yang perlu aku khawatirkan lagi. Tidak ada lagi yang harus aku cemaskan. Karena dia adalah temanku, aku adalah temannya.

Ah, lagipula ada orang lain yang sedang kusukai sekarang. Apa yang perlu aku khawatirkan?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar