“Ada apa
denganmu? Apa kamu baik-baik saja? Coba ceritakan padaku, aku bersedia
mendengarnya.”
Ada perasaan
aneh ketika dia bertanya demikian kepadaku. Terdengar begitu tiba-tiba dan
sedikit mengejutkanku. Dia bertanya seolah tahu kalau aku memang sedang dalam
keadaan kacau. Dia bertanya disaat yang begitu tepat hingga aku merasa terkejut
sendiri. Apa dia bisa membaca isi hatiku? Jika iya, lalu apa dia juga bisa
memberi solusi atas keresahanku saat ini?
Ketika dia
bertanya seperti itu sebenarnya aku tidak memiliki jawaban apapun untuk
kukatakan padanya. Akupun hanya tersenyum tipis dan mengatakan bahwa aku
baik-baik saja. Namun matanya menunjukkan hal lain, dia seolah tidak
mempercayai ucapanku. Dia sedikit mendesakku untuk mengatakan yang sejujurnya. Namun
sekali lagi aku hanya bisa mengatakan ‘aku baik-baik saja’. Diapun menyerah dan
tidak bertanya lagi.
Aku menghela
napas pendek. Ya, sejujurnya aku memang tidak dalam keadaan baik-baik saja. Aku
tengah merasa risau juga kacau. Dan sebenarnya aku memang ingin ada seseorang
yang bersedia duduk disampingku dan mendengar keluh kesahku. Namun aku memiliki
alasan mengapa aku tidak mengakui perasaan kacau ini padanya. Aku tidak ingin dia
tahu bahwa sebenarnya dialah yang menjadi alasan atas segala kerisauanku ini. Akan
terdengar sangat tolol jika aku mengatakan padanya kalau semua ini tentang dia.
Aku tidak bisa membayangkan bagaimana reaksinya nanti. Apakah dia akan terkejut
dan lari menjauhiku atau tetap disampingku dan merangkulku sebagai kawan
baiknya? Entahlah. Aku lebih memilih untuk menutupinya daripada terjadi sesuatu
yang lebih buruk dari ini.
Ada banyak
hal yang sebenarnya ingin aku katakan
padanya, aku ingin dia tau betapa kacaunya aku saat ini. Aku ingin dia
tahu kalau hatiku begitu sakit ketika dia mengatakan telah memiliki kekasih. Aku
ingin dia mengerti bahwa aku begitu cemburu ketika dia dengan atau tidak
sengaja memamerkan kemesraannya bersama kekasihnya di media sosial. Aku ingin
dia memahami sedikit perasaanku yang begitu terluka ketika melihat berbagai
foto dan kalimat yang dia tujukan pada kekasihnya. Aku ingin dia sadari bahwa
perasaanku padanya masih sebesar dulu. Namun semua itu tidak mampu aku
ungkapkan padanya. Semuanya aku pendam dalam hati dan kututupi dengan kalimat ‘aku
baik-baik saja’.
Tidak. Aku
tidak sedang menyalahkan sikapnya yang seperti itu. Aku hanya tengah kesal pada
diriku sendiri. Kenapa aku yang harus menerima ini semua? Kenapa aku tidak
diberi kesempatan untuk bisa memiliki hatinya? Dan kenapa pula aku harus
menahan perasaan ini sendiri? Sejujurnya aku lelah, bahkan terlalu lelah menghadapi
perasaanku yang kacau ini. Kadang aku tidak mampu mengontrolnya hingga akhirnya
membuat air mataku tumpah dengan percuma. Ya, aku menangisi seseorang yang
bahkan memiliki perasaan padaku pun tidak. Bukankah itu sangat konyol?
Bukannya aku
tidak pernah mencoba untuk melupakan perasaanku padanya. Aku selalu berusaha
untuk menyenyahkan namanya dari hatiku. Beberapa kali aku mencoba untuk tidak
mengacuhkannya dan bersikap sinis padanya. Namun disaat tertentu, aku kembali
diingatkan oleh wajahnya yang tiba-tiba terbayang dalam benakku. Ada juga masa
dimana tiba-tiba dia datang menanyakan kabarku dan mengajakku berbincang. Atau dia
sekedar lewat melalui status di akun media sosialnya. Semua itu yang membuatku
terus ‘bertemu’ dengannya, seolah tidak ada ruang untuk tidak melihatnya. Dan tentu
saja semua itu membuatku sulit untuk melupakannya. bukan berarti aku tidak mampu,
namun aku yakin perasaan ini akan hilang secara perlahan.
Dan kini akhirnya
aku berada di titik dimana aku menyadari bahwa aku tidak pantas lagi untuk memikirkannya.
Aku harus pahami bahwa dia tidak menganggapku lebih dari seorang kawan. Aku harus
sadari bahwa tidak sepantasnya aku masih memikirkan orang yang telah memiliki
kekasih. Dan satu hal lagi yang perlu aku pahami, bahwa segala sesuatu bisa
terjadi karena adanya alasan. Aku memiliki alasan mengapa aku bisa jatuh cinta
padanya. Dia memiliki alasan mengapa tidak bisa membalas perasaanku. Ada alasan
kuat yang membuatku akhirnya mendapat luka ini, juga ada alasan mengapa aku
harus membuang perasaan ini. Dan kurasa alasan itu adalah, karena diluar sana ada
orang lain yang dipersiapkan untukku yang jauh lebih baik darinya. Ada seseorang
yang nantinya akan jadi jodohku yang sebenarnya, seseorang yang terpilih untuk
mendampingiku hingga tua kelak.
Dan tugasku
kini adalah, hanya menunggu waktu untuk dipertemukan dengan orang itu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar