Aku memasuki
sebuah gedung yang tengah menggelar acara reuni SMP. Mataku memandang
sekeliling, dan spontan aku mengerutkan dahiku sendiri. Siapa mereka? Kenapa aku
tidak mengenali mereka? Apa sebenarnya aku mengenali namun aku terlalu pangling
akan perubahan penampilan teman-temanku ini? Sampai akhirnya satu persatu dari
mereka menyapaku dan membuatku ber’Ooohhh’ karena akhirnya ingat siapa saja
mereka. Aku tertawa sendiri sambil mengejek mereka yang berubah dengan
drastisnya dibandingkan saat SMP dulu.
Natasha, si
gadis cupu berubah menjadi wanita dewasa yang anggun, dan kini berhasil
menggandeng pria tampan bak Pangeran. Tody, si mantan ketua OSIS yang terkenal
tegas dan galak kini terlihat lebih jenaka dengan segala jokes-jokes garingnya.
Dan si pasangan abnormal, Fandi dan Agus yang dulu selalu lengket berdua kini
terpisah. Ya, karena mereka akhirnya berhasil menemukan pasangan mereka masing-masing,
yang tentu saja wanita.
Sampai akhirnya
mataku tertuju pada dia yang baru muncul dengan jas hitam dan kacamata lensa
beningnya. Aku tercenung. Apakah dia adalah teman baikku itu? Ah, ternyata
memang dia.
Tidak ada
yang berubah dari dia. Dia tetap berbadan tinggi dan kurus. Masih tetap ramah
dan sopan. Wajahnya kurasa juga tidak ada bedanya sejak kami duduk di bangku
SMP dulu. Aku sampai heran dibuatnya, kenapa tidak ada satupun yang berubah
dari sosok seorang Arjuna Wibowo?
Tunggu. Bagaimana
dengan soal yang satu itu? Apa dia juga tidak berubah seperti dulu? Apa sifat
polosnya masih melekat erat pada dirinya?
Ingatanku kembali
ke masa sepuluh tahun lalu, tepat saat aku duduk di bangku kelas 1 SMP.
*
Seorang gadis
berkulit putih lengkap dengan rambut panjang terurai indah menghampiriku di
sudut bangku kantin. Wajahnya terlihat gugup dan sedikit malu melihatku.
“Kamu Andi
kan?”, tanya gadis yang kutahu bernama Adelia itu. Aku mengangguk pelan.
“Kamu
temennya Arjuna kan?”, tanya dia lagi.
“Ada apa? Kenapa
tanya Arjuna?”, aku balik bertanya.
Adelia tidak
menyahut. Tangannya mengeluarkan sesuatu dari saku rok birunya yang sedikit ketat.
“Titip ini
buat dia ya.”, katanya seraya menyerahkan sebuah secarik kertas berwarna merah
jambu. Aku pun menerima kertas itu dengan sedikit bingung. Saat itu aku tidak
bisa menerka apapun, aku hanya bisa menahan rasa penasaranku sendiri.
Setelah memberikan
kertas itu Adelia pun pergi tanpa berkata apa-apa lagi. Sambil melihat dia
pergi aku melirik kertas merah jambu yang kupegang. Tiba-tiba muncul pikiran
untuk membukanya. Tapi bukankah ini ditujukan untuk temanku?
Masa bodoh,
aku pun nekat membuka kertas itu dan membaca dua baris kalimat yang tertulis
disana.
‘Untuk
Arjuna Wibowo. Aku suka kamu.’
Aku terhenyak
kaget. Baru kali ini aku menemukan seorang gadis yang secara terang-terangan
mengakui perasaannya. Aku merasa takjub.
Pada akhirnya,
secarik kertas merah jambu itu tidak pernah sampai di tangan Arjuna.
“Jun, jangan
balik dulu.”, seruku pada Arjuna yang bersiap meninggalkan kelas. Dia menoleh.
“Ayo ke
kantin dulu, temani aku beli minuman.”, kataku beralasan. Arjuna hanya
mengangguk pelan kemudian mengikutiku ke kantin.
Saat itu
kantin sudah sangat sepi, hanya ada aku,
Arjuna, dan seseorang murid perempuan yang tengah duduk sendiri. Dan aku tahu
persis siapa gadis itu
Aku mengajak
Arjuna menghampirinya.
“Hey,
Adelia.”, sapaku pada gadis itu. Dia menoleh dan memandang kami dengan ekspresi
kaget.
“Kamu suka
sama Arjuna kan?”, tanyaku tanpa basa-basi. Adelia terlihat kaget, begitupun
dengan Arjuna.
Sepertinya Arjuna
tidak nyaman dengan suasana ini, dia pun mencoba untuk pergi namun aku buru-buru
mencegahnya. Entah kenapa aku merasa sangat ingin membuat dua orang ini jadian.
Arjuna memandangku
seolah mengisyaratkan dia tidak nyaman dengan genggaman erat tanganku padanya.
“Ndi..”,
bisiknya padaku. Aku melengos dan kembali memandang Adelia.
Beberapa saat
setelah lama bungkam, Adelia pun menjawab. “Iya. Aku suka sama Arjuna.”,
jawabnya pelan sambil menundukkan kepalanya, berusaha menyembunyikan wajahnya
yang merah padam.
Aku tersenyum
puas. Lalu berbalik memandang Arjuna yang tampak sangat shock. Wajah polos dan
lugunya menggambarkan kebingungan yang luar biasa. Entah apa yang dia pikirkan
saat itu, yang aku lihat dia seperti tidak tau apa yang akan dia katakan, dia
tidak bisa mengekspresikan selain wajah polos yang tengah bingung.
“Nah, kamu
kan udah tau kalau Adelia suka sama kamu. Kamu sendiri gimana, suka juga nggak
sama dia?”
Arjuna kembali
kaget, apalagi Adelia. Wajahnya makin merah padam seperti udang bakar.
Namun tak
lama Arjuna menjawab, “Iya..”
Aku secara
spontan bersorak. “Yaaak, hari ini kalian resmi jadiaaann!”
Hari itu,
aku merasa benar-benar puas. Aku merasa bangga bisa menyatukan dua orang yang
saling menyukai. Sebuah prestasi yang harus dipertahankan.
Esoknya saat
aku memasuki kelas, suasana tengah ramai. Aku tidak paham siapa yang memulai
namun sepertinya kabar Arjuna dan Adelia jadian sudah menyebar kemana-mana. Aku
melihat Arjuna tengah tertunduk karena hampir seisi kelas menggodanya karena
sudah punya pacar.
Aku memperhatikan
eskpresi Arjuna dengan seksama. Kenapa dia kelihatan begitu kesal? Apa semua
ini mengganggunya? Apa sebenarnya dia tidak menyukai Adelia?
*
Arjuna tertawa
geli mengingat kejadian masa SMP lalu. Wajah polosnya masih melekat erat pada
dirinya.
“Parah kamu,
Ndi. Bikin kacau aja.”
Aku terkekeh.
“Saat itu aku Cuma pengen menyatukan kalian berdua, men. Eh, lalu bagaimana
setelah itu? Apa kamu benar-benar jadian dengan Adelia? Seingatku kamu tidak
pernah terlihat bersamanya selama di sekolah. Ah, sial sekali saat naik kelas
dua kita tidak satu kelas lagi.”
Arjuna meneguk
jus jeruknya.”Banyak yang tidak kamu ketahui, Ndi.”
“Bagaimana
aku bisa tau, kamu saja tidak pernah cerita apapun. Dasar introvert!”, ejekku
yang disambut tawa kembali oleh Arjuna.
Ya, memang
banyak yang tidak aku ketahui setelah hari itu, karena akhirnya aku berpisah
kelas dengan Arjuna. Seiring berjalannya waktu aku terlupa dengan kisah Arjuna
dan Adelia yang kurasa mengambang di awang-awang. Aku tidak tau persis apakah
mereka benar pacaran atau tidak.
Dan akhirnya
Arjuna mau menceritakannya padaku kali ini.
Pada kenyataannya,
Arjuna tidak pernah menemui Adelia lagi semenjak kejadian di kantin itu. Karena
yang dia rasakan hanyalah malu dan sakit hati akibat menjadi bahan olok-olok
dikelas. Diapun memutuskan untuk tidak akan pernah menemui Adelia , sampai
akhirnya di kelas 3 SMP ada sesuatu yang mengusik hatinya.
Suatu siang
dia iseng menonton program FTV, dan itu adalah untuk pertamakalinya dia
menonton acara tersebut. Banyak teman kelasnya yang hobi menonton FTV sampai
membuatnya penasaran, sebagus apakah acara itu? Bukankah hanya drama seperti
sinetron namun berdurasi pendek?
Dalam FTV
yang ditonton Arjuna saat itu menceritakan seorang wanita yang cintanya
dibiarkan menggantung tanpa kejelasan oleh si pria. Konflik cerita terfokus
pada penantian si wanita yang ingin mendapatkan kepastian hubungannya dengan
pria yang dia sukai, namun ditengah itu, si wanita bertemu pria lain yang malah
menunjukkan kepedulian lebih kepadanya. Si wanita akhirnya bingung dalam
memilih, apa dia harus tetap menunggu kepastian pria yang dia suka atau
menerima hati pria kedua?
Ada satu hal
yang mengusik Arjuna saat menonton FTV itu. Dia langsung teringat pada Adelia
yang dia gantung perasaannya, dia sadar bahwa dia tidak memberikan kejelasan
hubungan mereka secara langsung. Tiba-tiba dia merasa tidak enak hati. Pikirnya,
mungkin saja Adelia menganggap mereka sudah jadian, namun anehnya jika sudah
jadian kenapa tidak pernah menemui?
Hal lain
yang kembali mengusik perasaan Arjuna adalah ketika dia mendengarkan radio pada
suatu malam. Dia begitu kaget mendengar penyiar membacakan sebuah pesan berisi
salam untuk dirinya.
Pesan itu
berbunyi, “Salam untuk Arjuna Wibowo, aku suka banget sama kamu. Dari Adelia.”
Arjuna makin
bingung dengan perasaannya saat ini. Dia benar-benar tidak tau harus berbuat
apa pada Adelia. Apakah akan menemuinya, bicara langsung dengannya? Ah, Arjuna
terlalu malu untuk melakukan semua itu.
Beberapa saat
kemudian ada seorang temannya mengirimkan pesan singkat padanya. rupanya dia
juga mendengar radio yang sama seperti Arjuna, dan tentunya dia mengetahui
Adelia mengiriminya salam lewat radio itu.
‘Adel itu
cantik, coy. Kamu beruntung ada cewek
cantik suka sama kamu. Gegar otak kamu ya?’, Arjuna membaca pesan itu dengan
senyum tipis tanpa membalasnya.
Dan pada
suatu ketika di sekolah, Arjuna akhirnya memberanikan diri mencari nomor
handphone Adelia. Tak disangkanya dia kembali kena bully oleh teman-temannya
gara-gara pesan salam dari radio itu. Arjuna pun menghampiri seorang teman yang
dirasanya cukup akrab dengannya, namanya Ahmad. Ahmad yang juga teman sekelas
Adelia saat kelas 1 itu pun akhirnya bersedia membantu Arjuna mencarikan nomor
hp Adelia.
Namun ternyata
mendapatkan nomor handphone Adelia itu tidak mudah. Sorenya Ahmad mengiriminya
pesan.
‘Sorry Jun,
aku nggak bisa dapat nomornya Adelia.’
Arjuna merasa
sedikit kecewa namun dia bisa apa. Kalau menemuinya secara langsung, dia masih
belum ada keberanian untuk melakukannya.
Beberapa saat
kemudian, ada sesuatu yang mengejutkan Arjuna. Sebuah nomor tak dikenal
mengiriminya sebuah pesan.
‘Hai, ini
Arjuna kan?’. Entah kenapa saat itu firasat Arjuna meyakini nomor itu adalah
nomor Adelia. Namun belum sempat dia membalas, ada pesan lain masuk. Masih nomor
yang sama.
‘Ini aku,
Adelia..’
Arjuna tersenyum
tipis membacanya.
*
“Terus
gimana Jun? Kamu akhirnya berani nemuin dia?”, tanyaku setelah menyimak cerita polos
Arjuna itu.
Arjuna tak
menyahut, hanya memasang tampang misteriusnya yang khas. Seperti di masa SMP,
dia masih tidak berubah dengan kebiasaan menyembunyikan perasaannya itu.
Membuatku makin penasaran seperti apa sebenarnya isi hatinya saat ini. Dia
lelaki yang tidak bisa ditebak. Dia jarang menceritakan soal hidupnya padaku. Tidak
sepertiku, Arjuna bukan tipe orang yang gemar curhat. Namun bagaimanapun, dia masih
tetap jadi seorang teman baikku. Itu tidak akan pernah berubah.
Seusai acara
reuni, aku dan Arjuna pun berpisah. Namun suatu hari aku akan bertemu dengannya
lagi, menagih ceritanya yang masih mengambang.
Aku masih
terlalu penasaran.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar