Masih dua
lembar folio lagi!
Aku menyandarkan
tubuhku di salah satu bangku perpustakaan yang mulai sepi. Mataku mengamati
sekeliling. Apa Cuma aku aja yang jam 3 sore masih rajin berteman dengan segala
tugas yang nggak ada habisnya ini? Sial, andai saja aku tidak absen sekolah
selama dua hari kemarin, pasti aku tidak akan menghadapi segala tugas ini
sendirian. Aku langsung teringat kelima teman-temanku, kemana mereka disaat aku
pusing sendiri begini? Dasar tega! Pengkhianat semua!
Ah,
sudahlah. Marah pun tidak ada gunanya. Aku menghela napas panjang, merentangkan
tanganku seraya melemaskan jemariku, dan kembali mengerjakan tugas IPA dan
Bahasa Indonesia yang tidak sengaja kuabaikan dua hari kemarin.
“Loh, kamu kok
baru pulang?”, Aku menoleh pada seseorang yang berdiri di belakangku.
“Eh, iya
nih. Habis ngerjain tugas dulu di perpus. Kamu juga kenapa baru pulang?”,
tanyaku balik pada cowok tinggi nan keren itu, Yudhi.
“Aku tadi
rapat sama anak-anak OSIS, mbahas persiapan buat pensi minggu depan.”, jawabnya
sambil berjalan mengikutiku ke tempat parkir.
“Oh,
pensinya minggu depan? Kirain aku masih lama.”
“Rencana
awalnya sih sekitar dua mingguan lagi lah, tapi akhirnya diputuskan jadinya
minggu depan aja.”
Aku mengangguk
mengerti.
“Eh, Weny
pulang naik apa nih?”, tanya Yudhi begitu sampai di tempat parkir.
“Naik bus lah.
Kenapa?”
“Bareng aja
yuk.”
Aku tercengang.
Tawaran tiba-tiba yang membuatku dilema. Entah apa yang membuat dilema, tapi
yang kupikirkan saat itu adalah wajah teman baikku, Vivian.
“Eeengg..”,
aku mendadak bingung harus menerima atau menolak tawaran itu.
“Udah ayok
naik aja, nggak apa-apa kok. Jangan khawatir ini motor keabisan bensin atau
mogok mendadak di jalan. Baru di servis kemaren kok. Ayok lah, Wen.”
Yudhi menarik
tanganku kesisinya, mengisyaratkan aku agar naik ke motornya. Dan akhirnya
akupun menerima tawarannya pulang bersama.
Motor Yudhi
melaju perlahan dan sepanjang perjalanan yang kuhirup adalah aroma parfum Yudhi
yang mencolok hidung. Anehnya aku tidak merasa terganggu, atau merasa mual
karena aromanya. Aku justru menikmatinya, dan tanpa sadar tanganku sudah
melingkar di pinggang Yudhi.
Kurasakan jantungku
berdebar dengan kencangnya.
*
Awal perkenalanku
dengan Yudhi boleh dibilang unik. Ketika itu aku mengirim pesan kepada temanku,
Vivian untuk menanyakan soal liburan bersama ke pantai. Namun yang tidak
kuketahui ternyata Vivian dan pacarnya sedang bertukar nomor handphone saat
itu. Ya, Vivian memakai nomor pacarnya, dan pacarnya memakai nomor Vivian. Dan bisa
ditebak, saat aku mengirimkan pesan ke nomor Vivian, yang membalas adalah
pacarnya, yang tidak lain tidak bukan adalah Yudhi.
‘Ke
pantainya batal aja deh, gimana kalau kita ke gunung aja.’ Balasnya waktu itu
yang membuatku sedikit geram.
‘Vivi! Gimana
sih kamu! Kita kan udah sepakat pergi kesana, jangan tiba-tiba berubah pikiran
gitu dong. Pikirin teman-teman yang lain juga!’
‘Vivi? Ini bukan
Vivi, tapi Yudhi.’
‘Yudhi? Yudhi
siapa?’
‘Cowoknya
Vivian lah. Hehe. Maap ya.’
‘OEMJI!
PANTESAN AJA NGACO! Eh terus Vivi pake nomor mana nih?’
‘Pake nomor
gue. Kami lagi tukeran nomor.’
‘Yaelah. Ya udah
buruan kasih sini.’
‘Boleh. Nih gue
kasih, tapi nanti kalo ada apa-apa, boleh kok SMS ke nomor itu. Pasti gue balas
kok.’
‘Genit lo!’
‘Haha
bercanda. Eh, nama lo Weny ya, salam kenal dari Yudhi ya.’
Sejak saat
itu aku mulai mengenali Yudhi dan beberapa kali bertemu di kantin sekolah. Sebenarnya
aku tau sosok Yudhi karena dia adalah anggota OSIS yang biasanya jadi petugas
upacara. Aku paham wajahnya, namun aku tidak tau kalau dialah pacarnya Vivian. Ya,
Vivian memang teman baikku, tapi dia termasuk orang yang tertutup soal masalah
pribadinya. Dia paling menghindari pertanyaan ‘pacarmu yang mana?’. Namun akhirnya
aku tau juga siapa pacarnya Vivian tanpa perlu dia mengaku langsung padaku.
Awalnya memang
aku merasa agak risih dengan sikap Yudhi yang sok akrab dan rada-rada playboy
gitu. Tapi ternyata setelah beberapa kali bertemu dan mengobrol, dia ternyata
orangnya asik dan nyambung juga.
Vivian pun
tau aku dan Yudhi sudah saling kenal dan dia tidak merasa malu lagi untuk
mengakui siapa pacarnya. Yang aneh, dia malah masih malu kalau harus pergi
berdua dengan Yudhi yang notabene pacarnya sendiri. Kalau bertemu di sekolah
sih kelihatannya fine fine aja, tapi ternyata selama dua minggu pacaran mereka
belum pernah jalan berdua. Lucu ya, kenapa pula harus malu? Dan kenapa pula
kalau Yudhi ngajak dia jalan harus ngajak aku pula? Aku disuruh jadi obat
nyamuk? Gila bener itu si Vivian!
“Vi, lain
kali kalau mau pacaran jangan ngajak aku kali, masa aku suruh nemenin kamu
pacaran sih?”, kataku protes ditengah mengerjakan tugas kelompok.
“Hah? Masih minta
ditemenin Weny juga? Yaelah Vivi, kasian tau Weny masa suruh jadi obat nyamuk
gitu.”, Disha, si cewek kacamata ikut menimpali.
“Tuh
dengerin!”, tunjukku pada Vivian.
“Kalau tiap
Yudhi ngajak kamu pergi tapi kamu ngajak Weny ikut itu namanya bukan lagi
kencan, Vi.”, susul Alin, si ‘Ratu Catok’. “Nggak sekalian aja kamu ajak aku,
Disha, Tia sama Mita biar rame. Piknik rame-rame deh kita, ya nggak girls?”.
Kami semua
kecuali Vivian menyahut serempak “Yoooooiiiiiiii!”
Vivian memasang
tampang malu, “Duh, kalian kan tau sendiri aku baru pertama kali pacaran. Aku ngerasa
ini bukan aku banget.”
Aku tercenung,
“Lah? Kalau ngerasa bukan kamu banget kenapa kamu pacaran?”
“Soalnya
Yudhi nembak aku, aku bingung mau jawab apa.”
“Ya ampun
ini anak polos banget. Aku cubit boleh nggak nih?”, tanya Tia, si tomboy,
gemas.
Vivian reflek
menutup kedua pipinya.
“Jangan Cuma
dicubit kali, kita jepitin aja mukanya pake jepitan jemuran itu. Gemes gue
lama-lama.”, aku mulai ngotot.
“Udah udah,
jangan ngobrol terus, nanti tugasnya nggak selesai-selesai loh.”, tegur Mita,
cewek hijaber sekaligus cewek paling solehah diantara kami berenam.
“Iya ibuuu.”,
sahut Disha sambil membenarkan posisi kacamatanya.
“Nasehatin
sekalian tuh si Vivian biar nggak minta aku buat nemenin dia pacaran.”, kataku
pada Mita.
“Yang
sebenarnya adalah, tidak ada istilah pacaran dalam agama kita, teman-teman.”
Alin reflek
menepuk dahinya sendiri. “Plis deh, Mitaaa, jangan mulai ceramah. Ayo selesain
tugas baru habis itu kita tidur. Udah jam berapa tuh!”
Vivian memandangku
dengan tatapan yang mengisyaratkan ‘maaf’. Aku Cuma mengangguk pelan seraya
merangkul pundaknya.
*
Keesokan harinya
di kelas..
“Kalian kemaren
kemana waktu aku ngerjain tugas sendirian di perpus, hah?”, tegurku dengan nada
lantang pada kelima temanku yang langsung terkejut.
“Ya ampun
Weny dateng-dateng main bentak aja, sakit telinga Alin tau!”
“Maaf Wen,
kemaren aku pulang duluan soalnya ada telpon mendadak dari sodara aku, anaknya
masuk rumah sakit dan aku harus segera kesana.”, ucap Disha beralasan.
“Aku sih
kemaren mau nungguin kamu, tapi malah disuruh latihan basket.”, susul Tia.
Terus kamu
kemana, Mit?”, aku menoleh Mita.
“Ada pertemuan
sama anak-anak rohis. Tapi kemaren aku nyusulin kamu ke perpus kok, eh aku
lihat kamu keluar sama orang lain.”
Aku terhenyak.
“Kamu liat aku sama Yudhi?”
Alin, Disha,
Tia dan Mita spontan memandangku dengan kompak. Aku reflek menutup mulutku
sendiri. Keceplosan!
“Jadi kemaren
kamu pulang sama Yudhi?”, Alin melotot kearahku. “Kok bisa?”
“Iya, kok
bisa? Jangan-jangan..”, Disha mengetuk jarinya dibibirnya. “Kalian....”
Aku menjerit
panik. “Enggak kok! Aku sama Yudhi nggak ada apa-apa! Sumpah! Jangan bilang ke
Vivian ya, plis!”, pintaku heboh. Tapi lagi-lagi mereka berempat kompak
memandangku dengan aneh.
“Loh, Wen,
kalau emang nggak ada apa-apa ya nggak usah ngotot gitu dong. Kamu pikir kami
nyurigain kamu?”, tanya Tia dengan nada retoris.
Aku mendadak
bingung mau menjawab apa.
Tak lama
kemudian Vivian datang menghampiri mejaku.
“Tugasnya
kemaren gimana, Wen? Udah beres semua?”, tanya Vivian lembut bak Ibu Peri.
Aku Cuma mengangguk
dengan kikuk. Perasaanku mendadak jadi tidak enak pada Vivian. Kenapa pula aku
harus merahasiakan kejadian kemarin? Kenapa aku tidak ingin dia tau kalau
pacarnya mengajakku pulang bersama? Ada yang salah pada hatiku, mungkin.
*
Dua hari
berselang. Tidak ada angin, tidak ada petir, sebuah pesan singkat dari Vivian
mengejutkanku. Sangat mengejutkanku.
‘Hari ini
aku putus sama Yudhi.’
Tidak ada komentar:
Posting Komentar