Selasa, 12 Agustus 2014

Dia, Kamu, Dan Aku



Masih dua lembar folio lagi!
Aku menyandarkan tubuhku di salah satu bangku perpustakaan yang mulai sepi. Mataku mengamati sekeliling. Apa Cuma aku aja yang jam 3 sore masih rajin berteman dengan segala tugas yang nggak ada habisnya ini? Sial, andai saja aku tidak absen sekolah selama dua hari kemarin, pasti aku tidak akan menghadapi segala tugas ini sendirian. Aku langsung teringat kelima teman-temanku, kemana mereka disaat aku pusing sendiri begini? Dasar tega! Pengkhianat semua!
Ah, sudahlah. Marah pun tidak ada gunanya. Aku menghela napas panjang, merentangkan tanganku seraya melemaskan jemariku, dan kembali mengerjakan tugas IPA dan Bahasa Indonesia yang tidak sengaja kuabaikan dua hari kemarin.

“Loh, kamu kok baru pulang?”, Aku menoleh pada seseorang yang berdiri di belakangku.
“Eh, iya nih. Habis ngerjain tugas dulu di perpus. Kamu juga kenapa baru pulang?”, tanyaku balik pada cowok tinggi nan keren itu, Yudhi.
“Aku tadi rapat sama anak-anak OSIS, mbahas persiapan buat pensi minggu depan.”, jawabnya sambil berjalan mengikutiku ke tempat parkir.
“Oh, pensinya minggu depan? Kirain aku masih lama.”
“Rencana awalnya sih sekitar dua mingguan lagi lah, tapi akhirnya diputuskan jadinya minggu depan aja.”
Aku mengangguk mengerti.
“Eh, Weny pulang naik apa nih?”, tanya Yudhi begitu sampai di tempat parkir.
“Naik bus lah. Kenapa?”
“Bareng aja yuk.”
Aku tercengang. Tawaran tiba-tiba yang membuatku dilema. Entah apa yang membuat dilema, tapi yang kupikirkan saat itu adalah wajah teman baikku, Vivian.
“Eeengg..”, aku mendadak bingung harus menerima atau menolak tawaran itu.
“Udah ayok naik aja, nggak apa-apa kok. Jangan khawatir ini motor keabisan bensin atau mogok mendadak di jalan. Baru di servis kemaren kok. Ayok lah, Wen.”
Yudhi menarik tanganku kesisinya, mengisyaratkan aku agar naik ke motornya. Dan akhirnya akupun menerima tawarannya pulang bersama.
Motor Yudhi melaju perlahan dan sepanjang perjalanan yang kuhirup adalah aroma parfum Yudhi yang mencolok hidung. Anehnya aku tidak merasa terganggu, atau merasa mual karena aromanya. Aku justru menikmatinya, dan tanpa sadar tanganku sudah melingkar di pinggang Yudhi.
Kurasakan jantungku berdebar dengan kencangnya.
*
Awal perkenalanku dengan Yudhi boleh dibilang unik. Ketika itu aku mengirim pesan kepada temanku, Vivian untuk menanyakan soal liburan bersama ke pantai. Namun yang tidak kuketahui ternyata Vivian dan pacarnya sedang bertukar nomor handphone saat itu. Ya, Vivian memakai nomor pacarnya, dan pacarnya memakai nomor Vivian. Dan bisa ditebak, saat aku mengirimkan pesan ke nomor Vivian, yang membalas adalah pacarnya, yang tidak lain tidak bukan adalah Yudhi.

‘Ke pantainya batal aja deh, gimana kalau kita ke gunung aja.’ Balasnya waktu itu yang membuatku sedikit geram.
‘Vivi! Gimana sih kamu! Kita kan udah sepakat pergi kesana, jangan tiba-tiba berubah pikiran gitu dong. Pikirin teman-teman yang lain juga!’
‘Vivi? Ini bukan Vivi, tapi Yudhi.’
‘Yudhi? Yudhi siapa?’
‘Cowoknya Vivian lah. Hehe. Maap ya.’
‘OEMJI! PANTESAN AJA NGACO! Eh terus Vivi pake nomor mana nih?’
‘Pake nomor gue. Kami lagi tukeran nomor.’
‘Yaelah. Ya udah buruan kasih sini.’
‘Boleh. Nih gue kasih, tapi nanti kalo ada apa-apa, boleh kok SMS ke nomor itu. Pasti gue balas kok.’
‘Genit lo!’
‘Haha bercanda. Eh, nama lo Weny ya, salam kenal dari Yudhi ya.’

Sejak saat itu aku mulai mengenali Yudhi dan beberapa kali bertemu di kantin sekolah. Sebenarnya aku tau sosok Yudhi karena dia adalah anggota OSIS yang biasanya jadi petugas upacara. Aku paham wajahnya, namun aku tidak tau kalau dialah pacarnya Vivian. Ya, Vivian memang teman baikku, tapi dia termasuk orang yang tertutup soal masalah pribadinya. Dia paling menghindari pertanyaan ‘pacarmu yang mana?’. Namun akhirnya aku tau juga siapa pacarnya Vivian tanpa perlu dia mengaku langsung padaku.
Awalnya memang aku merasa agak risih dengan sikap Yudhi yang sok akrab dan rada-rada playboy gitu. Tapi ternyata setelah beberapa kali bertemu dan mengobrol, dia ternyata orangnya asik dan nyambung juga.
Vivian pun tau aku dan Yudhi sudah saling kenal dan dia tidak merasa malu lagi untuk mengakui siapa pacarnya. Yang aneh, dia malah masih malu kalau harus pergi berdua dengan Yudhi yang notabene pacarnya sendiri. Kalau bertemu di sekolah sih kelihatannya fine fine aja, tapi ternyata selama dua minggu pacaran mereka belum pernah jalan berdua. Lucu ya, kenapa pula harus malu? Dan kenapa pula kalau Yudhi ngajak dia jalan harus ngajak aku pula? Aku disuruh jadi obat nyamuk? Gila bener itu si Vivian!
“Vi, lain kali kalau mau pacaran jangan ngajak aku kali, masa aku suruh nemenin kamu pacaran sih?”, kataku protes ditengah mengerjakan tugas kelompok.
“Hah? Masih minta ditemenin Weny juga? Yaelah Vivi, kasian tau Weny masa suruh jadi obat nyamuk gitu.”, Disha, si cewek kacamata ikut menimpali.
“Tuh dengerin!”, tunjukku pada Vivian.
“Kalau tiap Yudhi ngajak kamu pergi tapi kamu ngajak Weny ikut itu namanya bukan lagi kencan, Vi.”, susul Alin, si ‘Ratu Catok’. “Nggak sekalian aja kamu ajak aku, Disha, Tia sama Mita biar rame. Piknik rame-rame deh kita, ya nggak girls?”.
Kami semua kecuali Vivian menyahut serempak “Yoooooiiiiiiii!”
Vivian memasang tampang malu, “Duh, kalian kan tau sendiri aku baru pertama kali pacaran. Aku ngerasa ini bukan aku banget.”
Aku tercenung, “Lah? Kalau ngerasa bukan kamu banget kenapa kamu pacaran?”
“Soalnya Yudhi nembak aku, aku bingung mau jawab apa.”
“Ya ampun ini anak polos banget. Aku cubit boleh nggak nih?”, tanya Tia, si tomboy, gemas.
Vivian reflek menutup kedua pipinya.
“Jangan Cuma dicubit kali, kita jepitin aja mukanya pake jepitan jemuran itu. Gemes gue lama-lama.”, aku mulai ngotot.
“Udah udah, jangan ngobrol terus, nanti tugasnya nggak selesai-selesai loh.”, tegur Mita, cewek hijaber sekaligus cewek paling solehah diantara kami berenam.
“Iya ibuuu.”, sahut Disha sambil membenarkan posisi kacamatanya.
“Nasehatin sekalian tuh si Vivian biar nggak minta aku buat nemenin dia pacaran.”, kataku pada Mita.
“Yang sebenarnya adalah, tidak ada istilah pacaran dalam agama kita, teman-teman.”
Alin reflek menepuk dahinya sendiri. “Plis deh, Mitaaa, jangan mulai ceramah. Ayo selesain tugas baru habis itu kita tidur. Udah jam berapa tuh!”
Vivian memandangku dengan tatapan yang mengisyaratkan ‘maaf’. Aku Cuma mengangguk pelan seraya merangkul pundaknya.
*
Keesokan harinya di kelas..
“Kalian kemaren kemana waktu aku ngerjain tugas sendirian di perpus, hah?”, tegurku dengan nada lantang pada kelima temanku yang langsung terkejut.
“Ya ampun Weny dateng-dateng main bentak aja, sakit telinga Alin tau!”
“Maaf Wen, kemaren aku pulang duluan soalnya ada telpon mendadak dari sodara aku, anaknya masuk rumah sakit dan aku harus segera kesana.”, ucap Disha beralasan.
“Aku sih kemaren mau nungguin kamu, tapi malah disuruh latihan basket.”, susul Tia.
Terus kamu kemana, Mit?”, aku menoleh Mita.
“Ada pertemuan sama anak-anak rohis. Tapi kemaren aku nyusulin kamu ke perpus kok, eh aku lihat kamu keluar sama orang lain.”
Aku terhenyak. “Kamu liat aku sama Yudhi?”
Alin, Disha, Tia dan Mita spontan memandangku dengan kompak. Aku reflek menutup mulutku sendiri. Keceplosan!
“Jadi kemaren kamu pulang sama Yudhi?”, Alin melotot kearahku. “Kok bisa?”
“Iya, kok bisa? Jangan-jangan..”, Disha mengetuk jarinya dibibirnya. “Kalian....”
Aku menjerit panik. “Enggak kok! Aku sama Yudhi nggak ada apa-apa! Sumpah! Jangan bilang ke Vivian ya, plis!”, pintaku heboh. Tapi lagi-lagi mereka berempat kompak memandangku dengan aneh.
“Loh, Wen, kalau emang nggak ada apa-apa ya nggak usah ngotot gitu dong. Kamu pikir kami nyurigain kamu?”, tanya Tia dengan nada retoris.
Aku mendadak bingung mau menjawab apa.
Tak lama kemudian Vivian datang menghampiri mejaku.
“Tugasnya kemaren gimana, Wen? Udah beres semua?”, tanya Vivian lembut bak Ibu Peri.
Aku Cuma mengangguk dengan kikuk. Perasaanku mendadak jadi tidak enak pada Vivian. Kenapa pula aku harus merahasiakan kejadian kemarin? Kenapa aku tidak ingin dia tau kalau pacarnya mengajakku pulang bersama? Ada yang salah pada hatiku, mungkin.
*
Dua hari berselang. Tidak ada angin, tidak ada petir, sebuah pesan singkat dari Vivian mengejutkanku. Sangat mengejutkanku.

‘Hari ini aku putus sama Yudhi.’

Tidak ada komentar:

Posting Komentar