Ada ratusan
keluhan yang belum sempat kutuliskan. Ada ribuan keresahan yang belum juga
kucurahkan. Aku terlalu bingung dengan apa yang aku rasakan. Ini tak seperti
biasanya, terlalu mengganggu meski terlihat begitu sepele. Mungkin karena aku
yang terlalu berfikir berlebihan. Mungkin juga karena aku yang terlalu lelah
dengan pikiranku sendiri. Harusnya tidak kupikirkan semua ini. Harusnya bisa
kunikmati segala masalah juga resah yang ada.
Tapi
sayangnya aku tidak bisa.
Perasaan
kacau ini bermula ditengah aku menyadari betapa tidak pekanya dirimu
terhadapku. Kenapa kau membuat perasaanku makin rumit? Tidak lelahkah kau
membuatku menunggu kepastian atas perasaanmu padaku? Kenapa aku seperti ini?
Bodoh. Itu karena aku menyukaimu, begitu sangat menyukaimu. Tapi kau sepertinya
tidak mengerti juga tidak peduli atas semua resah yang aku rasa. Kau tidak
pernah peka dengan segala yang aku inginkan darimu.
Harusnya kau
tau dan mampu membaca isi hatiku. Harusnya kau mengerti dengan segala kode yang
kuberi selama ini. Harusnya kau sadar betapa aku inginkanmu sedari dulu.
Harusnya kau tidak menyepelekan perasaanku yang menggebu ini. Harusnya kau
mengerti. Harusnya kau peka dengan semua ini. Tapi nyatanya kau memang tidak
pernah mencoba mau mengerti.
Taukah kau
betapa menyebalkannya dirimu itu? Dirimu yang penuh kecuekan dan ketidakpekaan
sama sekali terhadap perasaan ini. Dan bodohnya aku begitu menyukai orang
sepertimu.
Mungkin
baiknya aku tidak memendam perasaan penuh ego yang bodoh minta ampun ini. Tapi
sayangnya aku sudah terlanjur jatuh sangat dalam padamu. Itu sungguh
menyebalkan.
Kau tau apa
lagi yang menyebalkan darimu? Kau seperti tidak peduli dengan apa mauku. Aku
hanya meminta satu hal padamu, satu hal kecil yang mudah untuk kau lakukan.
Tapi kenapa kau sangat enggan melakukannya untukku? Hei, aku Cuma ingin dengar
suaramu. Aku hanya ingin kita saling berbicara melalui suara, bukan hanya
melalui kata-kata yang kita ketik di sosial media. Aku tidak meminta apapun
lagi selain itu. Aku tidak memintamu untuk memberiku emas berlian atau
memintamu mengarungi lautan. Aku hanya ingin mendengar suaramu! Bukankah itu
Cuma hal kecil yang harusnya mampu kau atasi? Dulu kau mampu membuatnya mudah
saat bersama dia. Tapi kenapa kau lakukan hal berbeda padaku? Kenapa kau
membuatnya begitu sulit? Memang sesulit itukah mengabulkan permintaaan kecilku?
Terlalu anehkah permintaanku ini? Kenapa selalu saja ada alasanmu untuk tak
melakukannya untukku? Tak sadarkah kau telah membuatku sedih dan kecewa
karenanya? Kau ini kenapa? Kenapa sikapmu begitu rumit padaku? Apakah semua ini
terlalu salah dimatamu? Dimana letak kesalahannya? Coba jelaskan tanpa
bercanda! Ini terasa tidak adil kau tahu!
Mencintaimu..
apa memang harus sesulit ini? Ini melelahkan..
Namun..
Ditengah
segala resah yang ada, tiba-tiba aku disadarkan oleh sesuatu. Aku merasa
tertampar dengan pikiran yang kubuat sendiri. Aku mencoba menganalisa apa yang
sebenarnya terjadi. Aku mencari tau apa yang salah selama ini. Ini sekedar
perasaan sesaat atau memang semuanya memang telah salah di awal?
Dan akhirnya
aku menemukannya.
Mungkin ini
penyebabnya.. Segala ketidakpekaanmu itu adalah bukti bahwa kau tidak pernah
menaruh hati padaku.
Ya, itu
masuk akal. Dan aku harusnya sadar dari awal dengan hal itu. Mungkin aku yang
terlalu banyak berandai-andai. Aku yang terlalu sering membayangkan hal yang
belum tentu terjadi. Aku yang terlalu mendambamu sampai tak bisa tidur. Padahal tak seharusnya aku bersikap berlebihan
begitu. Harusnya terlebih dahulu aku menjernihkan pikiranku. Harusnya aku lebih
mampu membaca sikapmu padaku. Harusnya aku tidak menyalahartikan segala
kebaikanmu padaku selama ini. Harusnya aku tau dan mampu membedakan mana
simpati mana cinta. Harusnya aku tidak menyalahkanmu atas ketidakpekaanmu
terhadapku. Harusnya aku tau diri bahwa aku bukanlah tipe wanita idamanmu.
Harusnya aku sadar jika selama ini aku hanya dianggap teman biasa olehmu.
Harusnya aku sadar jika sikapmu selama ini bukan sedang mencari perhatianku.
Harusnya aku pahami bahwa sebuah kepedulian bukan semata karena terselip
perasaan cinta. Harusnya aku bisa menyikapi perhatianmu selama ini bukan karena
menaruh perasaan yang sama padaku. Harusnya aku tidak selalu memancingmu agar
mau menuruti permintaan kecilku. Harusnya aku pahami alasanmu yang tidak mau mengobrol
denganku lewat sambungan telpon. Harusnya aku sadari bahwa kau tidak memiliki
rasa yang sama terhadapku. Harusnya aku tidak menaruh banyak harap padamu.
Harusnya aku tidak memaksamu mengerti atas semua keresahanku ini. Harusnya aku
yang pahami ketidakpekaanmu adalah sebuah bukti yang jelas, bahwa kau tak
menaruh harap apapun padaku. Harusnya akulah yang peka terhadap perasaanmu yang
ternyata ‘nol’ padaku.
Harusnya aku
menyadari semua itu dari awal. Dan harusnya aku tidak menyulitkan perasaanku
sendiri seperti ini. Harusnya aku tidak egois. Harusnya akulah yang harus tahu
diri. Harusnya aku menyalahkan diriku sendiri yang terlalu tinggi menaruh harap
padamu. Harusnya aku tahu diri bahwa tak ada yang bisa kau harap dariku.
Harusnya aku sadar dan pahami bahwa aku memanglah bukan pilihan hatimu. Dan
harusnya aku pahami bahwa cinta itu murni alami dan tanpa adanya paksaan.
Harusnya aku tidak memaksamu untuk mengerti dengan segala yang aku curahkan
ini. Harusnya aku mampu menyikapi perasaanku sendiri dengan lebih dewasa dan
bijaksana.
Harusnya..
Tapi
sepertinya semua kata ‘Harusnya’ tadi sudah tak berarti apa-apa. Karena aku
sudah terlanjur termakan oleh resah dan gundahku sendiri.
Lalu kenapa
kutulis semua ini?
Sebenarnya aku
hanya ingin kau mengerti. Tapi kurasa kau sulit untuk memahami. Namun kali ini
aku tak akan lagi memaksamu untuk mengerti. Aku tak akan memintamu lagi untuk
peduli. Cukup aku saja yang rasakan.
Dan kini,
harapanku benar-benar sudah nol. Nol besar. Lalu harus kuapakan perasaanku ini?
Membuangnya bersama hujan?
Sebuah
ungkapan penuh kerisauan. Ketika hati dan otak tak berjalan dengan seimbang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar