Sabtu, 16 Agustus 2014

Karena Kita Adalah Teman



Apa yang kurasa selama ini mungkin palsu. Ada sesuatu yang tersembunyi dalam benakku yang menjerit minta keluar. Topeng tak mampu lagi untuk menutupi kenyataan yang ada. Biar dikata riya rasanya pun sudah biasa. Lalu kenapa baru sekarang keluar dari persembunyian? Kurasa dia lelah menutupi segala kenyataan. Sebelumnya lebih asyik membohongi dunia luar dengan senyum, lebih menikmati tawa palsu yang menyenangkan. Namun ternyata menyiksa.

Sesuatu yang tersembunyi itu bernama luka.

Aku lelah. Hatiku menjerit lemah. Selalu berkata tak apa namun yang ada luka makin menganga. Dilema. Aku harus bisa memilih untuk mengikuti kata hatiku, atau menuruti kemauan logikaku. Senyumku tak lagi berguna kini, tawaku tak mampu membantu. Aku merasa kacau dengan diriku. Aku gelisah dengan perasaan yang memenuhi dinding hatiku.

Kau, adalah alasanku menipu segala rasa yang ada. Kau, yang membuat topeng ini tak sanggup lagi menutupi kenyataan. Aku benci mengatakan ini, namun Kau juga lah yang membuat perih kian pedih. Kuakui pada awalnya aku memang merasa semuanya akan berjalan baik-baik saja. Tak mendapat cintamu namun masih dekat denganmu sebagai teman itu sudah cukup bagiku. Tak bisa rasakan cintamu namun masih bisa berbincang denganmu sudah sangat terasa menyenangkan. Namun kian hari apa yang kurasakan semakin berbeda. Aku tak bisa tertawa lepas lagi, aku merasa sangat jengah pada senyum ini. Apa kau tau bahwa sebenarnya aku kesal?

Aku kesal jika menghubungimu duluan namun kau hanya membalas seadanya dan mengakhirinya dengan cepat. Aku kesal jika kau tak juga menghubungiku selama beberapa hari. Aku kesal setiap harus menahan ego untuk menghubungimu dulu. Aku kesal jika harus memancingmu agar mau menghubungiku dulu. Aku kesal hanya bisa melihat fotomu tanpa bisa menemuimu dan berbincang langsung denganmu. Aku kesal setiap aku meminta berbincang lewat telepon kau selalu menolak dengan berbagai alasan. Aku kesal jika hanya bisa membaca status di media sosialmu, namun aku tak mampu membalasnya. Aku kesal setiap aku menahan gengsiku agar tidak terlihat agresif dimatamu. Aku kesal karena aku harus terus tersenyum di depanmu, agar kau tau bahwa aku tidak sedih. Aku kesal jika ada air mataku yang jatuh ketika mengingat ucapanmu yang tak memiliki perasaan yang sama denganku. Aku kesal jika kulihat kau dekat dengan gadis lain. Aku kesal mengatakan ‘tak apa’ namun nyatanya aku kecewa. Aku kesal karena tak bisa berhenti memikirkanmu. Aku sangat kesal dengan semua yang kututupi dengan topeng itu!

Aku kesal pada diriku sendiri. Aku marah atas sikapku sendiri. Kenapa aku membuat kau tidak menoleh padaku? Kenapa aku tak mampu membuat ikatan itu ada diantara kita? Kenapa banyak kekurangan yang tak bisa kututupi dengan kelebihanku? Kenapa aku mempersulit keadaan ini dengan celotehan dan sikapku yang tak berguna?

Namun pada akhirnya, aku harus sadari satu hal.

Siapalah aku ini dimatamu? Hanya seorang teman biasa. Mungkin hanya sebatas itu, dan tak akan pernah bisa menjadi sesuatu yang lebih. Lantas bolehkah aku meminta sesuatu yang lebih itu kelak? Kurasa tidak. Mungkin baiknya aku tidak berharap apapun padamu. Karena semakin aku berharap, aku akan semakin kesal pada diriku sendiri. Akan semakin banyak luka yang kubuat sendiri. Akan semakin sering kugunakan topeng untuk menutupi rasa yang sebenarnya.

Apa sikapku ini aneh? Aku hanya berusaha untuk selalu jujur pada diriku sendiri. Aku lelah menjadi orang munafik. Aku lelah dengan topeng yang kugunakan selama ini. Namun aku tak bermaksud menjadi riya, yang gemar mengumbar perasaannya sendiri tanpa malu. Aku hanya ingin jujur, aku hanya ingin melepas topengku selama ini. Sekali lagi, ini bukan perbuatan riya, namun kejujuran.

Setelah mengatakan ini semua, aku merasa lega. Kesalku sudah jauh berkurang, meski mungkin tak akan ada perbedaan yang berarti. Mungkin juga tak akan merubah situasi, tak merubah apapun yang sudah ada.

Dan kini aku harus lebih banyak tahu diri. Cukup dengan menjadi teman baikmu, cukup dengan melihatmu dari kejauhan, cukup dengan sekilas kabar yang tak datang setiap waktu. Aku harus bisa merasa cukup dengan semua itu. Akan terdengar egois jika aku meminta lebih padamu. Ku sadari sikapku ini sudah cukup menyebalkan, aku tidak boleh membuatnya makin menyebalkan. Aku harus bisa menjadi teman yang baik untukmu. Dan kali ini aku berusaha tak lagi menghindari hatiku. Aku hanya perlu mengalihkannya ke sesuatu yang lebih sederhana dan apa adanya.

Aku menyayangimu, karena kita adalah teman.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar